Mengukur Kekuatan Koalisi Keumatan Menghadapi Jokowi di 2019

6 Juni 2018 18:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Amien Rais, Prabowo bersama Habib Rizieq di Makkah (Foto: Instagram @amienraisofficial)
zoom-in-whitePerbesar
Amien Rais, Prabowo bersama Habib Rizieq di Makkah (Foto: Instagram @amienraisofficial)
ADVERTISEMENT
Pertemuan Amien Rais, Prabowo Subianto, Rizieq Syihab dan pengurus Persaudaraan Alumni (PA) 212 di Makkah, menghasilkan koalisi keumatan di Pemilu 2019. Yaitu koalisi yang diserukan Rizieq Syihab antara Gerindra, PKS, PAN dan PBB mengusung Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Seberapa besar kekuatan koalisi keumatan memenangkan Prabowo?
Di atas kertas, koalisi yang merupakan kepanjangan dari koalisi Gerindra dan PKS ini sudah memenuhi syarat untuk mengusung capres-cawapres. Dalam hal ini, Prabowo dengan cawapres dari PKS.
Kekuatan yang diklaim bergabung adalah Gerindra, PAN (termasuk di dalamnya Partai Idaman), lalu Partai Bulan Bintang (PBB), dan tentu saja kekuatan kelompok Islam di bawah Habib Rizieq dan Persaudaraan Alumni 212.
Jika dihitung, koalisi ini mengantongi 162 kursi. Dengan catatan, PKS, PAN, PBB belum ada yang deklarasi secara resmi mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. PAN terbelah antara Zulkifli Hasan dan Amien Rais.
Peta Politik Pilpres 2019 (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Politik Pilpres 2019 (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Direktur Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menilai koalisi keumatan --jika terbentuk-- tentu cukup untuk maju mengusung capres-cawapres dalam Pilpres 2019 dan berhadapan dengan koalisi gemuk Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
"Tapi seberapa besar dukungan publik untuk kelompok ini? Kemarin yang terlihat misalnya deklarasi kesiapan Prabowo, itu tidak serta merta memperbaiki elektabilitas Prabowo. Memang Gerindra ada sedikit perbaikan dibanding Golkar, tapi Prabowonya tidak," ucap Sirojudin kepada kumparan Rabu (6/6).
Pertemuan Amien Rais dan Prabowo. (Foto: dok. PA 212)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Amien Rais dan Prabowo. (Foto: dok. PA 212)
Menurut Sirojudin, secara motif, koalisi keumatan ingin membangun argumentasi bahwa oposisi melawan Jokowi adalah relevan, dengan mencoba membangun framing yang direkatkan dengan sentimen keagamaan.
"Kalau lihat tokohnya di situ ada Amien, Yusril, dan ada juga penggerak 212, maka bisa dipahami pertemuan dan arah politik yang dijajaki kelompok ini mencoba menggunakan kembali isu agama sebagai perekat utama oposisi melawan koalisi Jokowi," paparnya.
ADVERTISEMENT
Sirojudin mengatakan, koalisi keumatan dalam sejarahnya pertama kali terjadi pada tahun 1999, saat poros tengah dibentuk dengan sentimen agama. Saat itu, partai Islam mengajak alumni HMI di Golkar Akbar Tandjung untuk membentuk poros tengah yang akhirnya memenangkan voting di MPR dan mengangkat Gus Dur menjadi presiden.
"Kedua, kemarin di Pilkada DKI. Sentimen itu memaksa Ahok untuk kalah," tuturnya.
Ahok usai sidang pembacaan vonis. (Foto: Isra Triansyah/POOL)
zoom-in-whitePerbesar
Ahok usai sidang pembacaan vonis. (Foto: Isra Triansyah/POOL)
"Ini berbeda dengan DKI. Di Pilkada DKI, yang dilawan adalah orang Kristen dan Chinese. Ini yang dilawan Jokowi, dia Islam, etnis Jawa, jadi lain. Tidak ada sentimen kuat yang merekatkan solidaritas kalangan Islam. Enggak ada kebijakan Jokowi yang secara terbuka antiIslam," paparnya.
Sirojudin menilai, oposisi menggunakan sentimen keagamaan karena tidak punya isu yang lebih strategis dan lebih substantif untuk menghadapi Jokowi di 2019. Misal soal kinerja Jokowi, menurutnya sulit dicari celahnya karena kepuasan publik terhadap pembangunan cukup tinggi di survei.
ADVERTISEMENT
"Terminologi keumatan saja sudah jelas buat garis pemisah politik Islam dengan Jokowi. Seolah ingin membingkai bahwa kelompok ini aspirasi Islam dan koalisi Jokowi tidak," ucapnya.
"Menurut saya cara ini tidak akan mendapat respons positif di masyarakat untuk mendapatkan elektoral," imbuh Sirojudin.
Namun dia menyebut koalisi ini tidak akan efektif karena terminologi keumatan tidak akan bisa menyatukan partai-partai berbasis Islam seperti PKB dan PPP, termasuk juga kelompok Islam dalam NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya.
"Mereka mencoba sembunyikan fakta bahwa dua parpol berbasis NU masih di koalisi Jokowi, PKB dan PPP. Atau setidaknya PKB sebelah kakinya sudah masuk koalisi Jokowi," tuturnya.
"Jadi saya meragukan koalisi keumatan akan efektif," tutup Sirojuddin.
Amien Rais di Mekkah. (Foto: dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Amien Rais di Mekkah. (Foto: dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT