Mengurai Kasus Dugaan Korupsi Rp 1,9 T dan Cuci Uang Wawan Si 'Pangeran' Banten

1 Juli 2020 11:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum KPK telah membacakan tuntutan terhadap Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan pada Senin (29/6) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
Berkas tuntutan Wawan setebal 4.850 halaman tidak dibacakan seluruhnya, tapi hanya dibaca sebanyak 600 halaman secara bergantian oleh 6 jaksa KPK.
Butuh waktu sekitar 9 jam bagi jaksa mengurai modus Wawan dalam korupsi dan pencucian uang selama 2006-2012 dengan total nilai mencapai Rp 1,9 triliun.
Dilansir Antara, suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany tersebut menyimak dari Rutan Cipinang Jakarta Timur karena sidang berlangsung daring.
Pada permohonannya, jaksa KPK meminta majelis hakim agar Wawan dihukum selama 6 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Jaksa juga meminta agar harta-harta Wawan yang terbukti diperoleh dari korupsi agar dirampas untuk negara.
Tubagus Chaeri Wardana menjalani sidang tuntutan yang disiarkan secara "live streaming" di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/6). Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto

Dugaan Korupsi

Pertama, terkait kasus dugaan korupsi alat kesehatan Pemprov Banten. Jaksa KPK menilai Wawan telah mendapat keuntungan tidak sah dari 10 paket pengadaan alat kesehatan RS rujukan Pemprov Banten APBD TA 2012 sekitar Rp 39.470.124.416. Selain itu, Wawan juga dinilai mendapat keuntungan dari 4 paket pengadaan alat kesehatan RS rujukan Pemprov Banten pada APBD-P TA 2012 sebesar Rp 10.613.349.510.
ADVERTISEMENT
Wawan dinilai mendapat dukungan langsung dari kakaknya, Ratu Atut Chosiyah, yang kala itu menjabat Gubernur Banten.
Wawan melalui empat perusahaan miliknya yaitu PT Bali Pacific Pragama (BPP), PT Buana Wardana Utama (BWU), PT Putra Perdana Jaya (PPJ), PT Citraputra Mandiri Internusa (CMI) serta perusahaan yang lain terafiliasi dengan Wawan memperoleh ratusan proyek di Banten.
Seluruh direktur dari keempat perusahaan itu tersebut merupakan staf Wawan di PT BPP yang diyakini hanya sebagai boneka. Sebab, pengendalian kegiatan dan operasional perusahaan pada kenyataannya tetap dilakukan Wawan sebagai pemilik perusahaan tersebut.
Ratu Atut Chosiyah. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Dalam kasus korupsi alkes Banten, Ratu Atut diyakini membantu Wawan dengan mengatur proses pelelangan. Atut dapat melakukannya karena setiap kepala dinas yang ditunjuk lebih dulu membuat komitmen untuk loyal kepada Wawan. Sehingga, memudahkan Wawan lebih leluasa dalam mengatur proyek-proyek pekerjaan di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov Banten.
ADVERTISEMENT
Bukti Ratu Atut dan Wawan mengendalikan pada kepala dinas yakni ditemukannya dokumen-dokumen usulan mutasi jabatan di Pemprov Banten dan wilayah kabupaten lainnya saat KPK menggeledah kantor PT BPP. Sehingga, para kepala dinas akan takut dipindahkan bila tidak menuruti kemauan Wawan.
Wawan juga mendekati dan memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Banten antara lain Agus Puji Rahardjo sekitar Rp 15 juta, Thoni Fathoni Mukson sekitar Rp 120 juta, Rahmat sebesar Rp 75 juta.
Selain itu, Wawan memberikan fasilitas mobil kepada beberapa anggota DPRD di antaranya A’eng Chaerudin, Jayeng Rana, Agus Puji Raharjo, Media Marwan, dan Eddy Yus Amirsyah agar pembahasan anggaran di DPRD dapat berjalan dengan lancar sesuai keinginan Wawan.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmy Diany Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kedua, Wawan juga dinilai telah melakukan korupsi berupa proyek alat kesehatan pada Dinkes Tangerang Selatan APBD-P TA 2012. Korupsi tersebut dilakukan saat istrinya, Airin Rachmi Diany, menjabat Wali Kota Tangerang Selatan.
ADVERTISEMENT
Modusnya ialah melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinkes Tangsel, Mamak Jamaksari, ia mem-ploting paket-paket proyek yang diarahkan pemenang lelangnya ke PT BPP atau yang terafiliasi dengan perusahaannya. Wawan diyakini mendapatkan keuntungan tidak sah sekitar Rp 7.941.630.033 dari korupsi alkes banten.
Dalam kurun 2006-2012, Wawan diyakini mendapat jatah porsi keuntungan tidak sah atau "fee" dengan total sekitar Rp 374.428.377.288. Fee tersebut berasal dari total 154 proyek alkes di Banten. Baik yang menggunakan APBD, APBD-P, dan APBN yang dikerjakan Yuni Astuti selaku penyedia alat-alat kesehatan dengan menggunakan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan PT BPP.
Meskipun sudah ditangkap KPK pada September 2013, Wawan dari dalam rutan, diduga meminta anak buahnya Dadan Priyatna untuk merekap proyek-proyek yang dikerjakan oleh PT BPP sejak tahun 2005 sampai 2012.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan PT BPP yang diketahui Dadang, PT BPP yang dikuasai Wawan menerima penerimaan tidak sah sejak 2010-2012 dengan total sekitar Rp 915.630.792.022 dari 538 proyek dan Rp 223.742.344.660 untuk tahun 2005-2009.
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan saat menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Jumlah tersebut merupakan "fee" dan keuntungan tidak sah lainnya sejak 2005-2012 dengan persentase variasi sampai dengan 48,3 persen dari nilai kontrak proyek setelah dipotong pajak (nilai real cost), contoh untuk proyek alat kesehatan mendapatkan fee/keuntungan sampai dengan 48,3 persen, sedangkan untuk proyek konstruksi (jalan) berkisar 15-30 persen.
Ketiga, Wawan juga diduga korupsi pengadaan tanah di Banten. Yakni terkait pengadaan tanah untuk pembangunan "sport center" tahun 2008-2011 di Pemprov Banten di mana ia diyakini mendapatkan keuntungan tidak sah sekitar Rp 109.061.902.000. Serta, terkait pengadaan tanah untuk Kawasan Pertanian Terpadu Banten tahun 2011, di mana ia diduga mendapatkan keuntungan tidak sah sekitar Rp 53.472.481.100.
ADVERTISEMENT
Wawan mendapat keuntungan karena diduga sudah mengetahui bocoran rencana pembangunan yang akan dilakukan Pemprov Banten. Setelah mendapat bocoran, ia diduga menyuruh Mohamad Hules untuk membeli tanah-tanah tersebut dengan harga jauh lebih murah. Ia kemudian menjual lagi tanah tersebut ke Pemprov Banten dengan harga tinggi. Sehingga, Wawan mendapatkan banyak selisih keuntungan dari pengadaan tanah tersebut.
Keempat, PT BPP diduga mendapatkan keuntungan tidak sah dari persentase/porsi fee dari proyek yang dikerjakan Yuni Astuti selama kurun 2006-2010. Proyek-proyek tersebut yakni alkes di Banten dan sekitarnya baik itu menggunakan APBD, APBD-P, APBN dengan total sekitar Rp 174.976.371.517.
Bila dijumlahkan, nilai total keuntungan yang diduga didapat Wawan melalui PT BPP dari keseluruhan proyek di Pemprov Banten sejak 2006 sebesar Rp 1.909.337.372.547.
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan saat menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Untuk mendapatkan proyek alkes maupun proyek konstruksi lainnya, PT BPP melakukan persekongkolan perencanaan atau pelaksanaan pemilihan kontrak menggunakan intervensi dari Ratu Atut Chosiyah ke kepala dinas untuk loyal dan berkordinasi dengan Wawan.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tindak lanjutnya adalah 'hengky pengky' antara terdakwa dengan pihak terlibat pengadaan barang dan jasa seperti panitia lelang dan PPK," ungkap jaksa KPK Roy Riady.
Adapun bentuk "hengky pengky" itu dengan untuk memberikan sejumlah uang dengan tujuan mengatur agar proyek didapatkan Wawan. Caranya antara lain dengan mengatur jadwal lelang (upload gaib) hingga mengatur penawaran harga (HPS) di-mark up. Harga yang sudah digelembungkan itu diduga kemudian dipakai untuk berbagi keuntungan dengan pihak-pihak terkait.
Salah satu fakta yang menguatkan jaksa ialah adanya aliran uang ke Ratu Atut Chosiyah dan salah satu alamat kantor PT BPP juga menggunakan alamat rumah Ratu Atut Chosiyah yaitu Jalan Taman Kebun Jeruk (Intercon) Blok UI No. 99, Kembangan, Jakarta Barat. Alamat itu diduga yang sering digunakan sebagai domisili perusahaan dalam pelelangan-pelelangan yang diikuti.
ADVERTISEMENT
Wawan pun diduga mengatur proses lelang untuk dapat dimenangkan sendiri melalui perusahaan miliknya maupun perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaannya.
Ia diyakini menuliskan nama-nama paket proyek yang nantinya PT BPP harus dapatkan. Selanjutnya, tulisan nama-nama paket proyek yang nantinya PT BPP harus dapat tersebut diketik kemudian diserahkan kembali kepada Wawan.
Wawan diyakini memutuskan mana paket proyek yang akan dikerjakan oleh karyawan PT BPP dengan menggunakan perusahaan PT BPP, PT Putra Perdana Jaya, dan PT Buana Wardana Utama serta proyek yang akan dikerjakan oleh karyawan PT BPP tapi menggunakan perusahaan di luar perusahaan milik Wawan.
Selain itu, proyek juga dapat dikerjakan oleh perusahaan lain, di mana PT BPP hanya menerima komitmen fee dari perusahaan sebagai pelaksana proyek tersebut. Kisaran fee sekitar 12-45 persen dari nilai real cost kontraknya (setelah dipotong pajak).
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Wawan diyakini memerintahkan tim pelelangan dari PT BPP yang terdiri dari Dadang Prijatna, Dadang Sumpena, Dedy Suwandi, M. Luth Ishak (umar) untuk mengamankan paket proyek tersebut serta mencari perusahaan di luar PT BPP, PT Putra Perdana Jaya dan PT Buana Wardana Utama yang nantinya sebagai pelaksana atau perusahaan yang dipinjam benderanya terkait paket proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang dipinjam benderanya untuk mengikuti paket proyek akan menerima "fee" 1-1,5 persen dari nilai real cost. Sedangkan untuk keuntungan paket proyek yang dikerjakan oleh karyawan dengan menggunakan perusahaan PT BPP, PT Putra Perdana Jaya, maupun PT Buana Wardana Utama biasanya sekitar 30 persen dari real cost-nya.
Setelah uang dari kas daerah masuk ke dalam rekening perusahaan pemenang lelang, selanjutnya uang tersebut ditarik dengan cek atau tunai dan dikumpulkan ke rekening PT BPP. Uang diduga lalu dibagikan kepada pihak pelaksana dan para pejabat pemerintah sesuai dengan yang ditentukan Wawan.
Terkait total uang Rp 1,9 triliun yang diduga didapat sejak 22 Oktober 2010 sampai September 2019, ditempatkan ke rekening-rekening atas nama orang lain, atas nama Wawan, perusahaan miliknya ataupun perusahaan-perusahaan di bawah kendali Wawan. Selain itu, juga dibelikan mobil-mobil, beberapa tanah, dan bangunan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal lainnya ialah untuk membiayai keperluan Pilkada Tangerang Selatan untuk Airin Rachmi Diany tahun 2010–2011, mendirikan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE), membiayai pemilihan Gubernur Banten tahun 2011 untuk Ratu Atut Chosiyah, mengajukan kredit BNI Griya Multiguna, mengajukan biaya proyek/modal kerja ke BNI, menyewakan apartemen, serta disimpan dalam brankas PT Bali Pasific Pragama (PT BPP).
Dalam persidangan, Wawan membantahnya. Ia berdalih sebagian dari aset atau harta kekayaannya tersebut bukan berasal korupsi. Namun menurut jaksa, Wawan tidak dapat mengajukan bukti-bukti pendukung dan hanya berdasarkan asumsi-asumsi saja serta bertentangan dengan keterangan saksi lain.
Jaksa KPK pun telah menyita dan melelang ribuan unit aset Wawan dan perusahaannya.
Jennifer dunn menjadi saksi pada sidang lanjutan Tubagus Chaeri Wardana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Modus Pencucian Uang

ADVERTISEMENT
Selain dijerat tindak pidana korupsi, Wawan juga dijerat dengan dakwaan pencucian uang. Jaksa KPK juga mengungkapkan sejumlah cara Wawan untuk melakukan pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Pertama, ia diyakini dengan sengaja mencampuradukan rekening penerima pembayaran proyek dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan rekening untuk menampung pinjaman kredit modal kerja (KMK) atas nama PT Bali Basific Pragama (rekening escrow).
Selanjutnya penggunaannya dialihkan bukan hanya untuk kegiatan modal kerja, tetapi juga untuk pembelian aset harta kekayaan. Tujuannya ialah untuk menyamarkan hasil kejahatan tersebut agar sulit terdeteksi penegak hukum.
Modus kedua, Wawan dinilai sengaja mencampuradukan rekening kredit pinjaman Griya atas nama Tubagus Chaeri Wardana dengan rekening PT BPP, PT BWU, PT PPJ dan rekening Yayah Rodiah yang berasal dari pembayaran proyek yang didapatkan secara melawan hukum.
"Adapun tujuan mencampuradukan rekening di Bank merupakan salah satu modus pencucian uang yang dikenal dengan 'mingling', tujuannya agar perolehan pembelian aset tanah dan bangunan di Bali maupun di daerah lainnya seolah-olah dari hasil yang sah sehingga sulit terdeteksi oleh penegak hukum," kata jaksa Roy.
ADVERTISEMENT
Modus ketiga, uang-uang hasil proyek yang didapatkan secara melawan hukum dan sudah ditempatkan di berbagai rekening itu sebagian besar dilakukan transaksi-transaksi setor/tarik tunai oleh staf PT BPP dan ditransfer ke rekening Yayah Rodiah dan perusahaan lainnya. Jaksa mengutip berdasarkan pengakuan Yayah Rodiah bahwa uang itu digunakan untuk pembelian/pembayaran aset milik Wawan dan memberikan suap ke pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan proyek lagi, membiayai Pilkada Banten, Lebak dan Serang serta membuat surat Perjanjian Pemborongan Pembangunan SPBE.
Keempat, melakukan modus "U-turn". Modus itu yakni setelah uang masuk di rekening, selanjutnya ditransfer atau dipindahbukukan ke rekening lainnya. Lalu uang kemudian ditransfer kembali ke rekening awal.
KPK menyita sejumlah mobil mewah milik Tubagus Chaeri Wardana. Foto: AFP/Romeo Gacad
Kelima, jaksa meyakini ada sebagian transaksinya ditarik tunai dalam jumlah yang lebih kecil dan disetor kembali ke rekening lainnya (structuring), maupun disetor oleh beberapa pihak pada tanggal yang hampir bersamaan (smurfing). Hal ini diyakini merupakan tindakan "layering" untuk menyamarkan asal-usulnya.
ADVERTISEMENT
Keenam, ada upaya pengalihan kepemilikan terhadap beberapa harta Wawan yang semula atas namanya lalu dialihkan menjadi atas nama orang lain. Serta, dari kepemilikan atas nama orang lain lalu dialihkan kepada orang lain berikutnya dengan cara seolah-olah dijual, atau dipinjamkan ke orang lain padahal orang-orang tersebut berada di bawah kendali Wawan (secara de facto).
Ketujuh, modus "integration" yaitu membuat usaha bisnis yang sah yang bersumber dari fee dan uang proyek yang didapatkan secara melawan hukum. Seperti usaha radio, SPBU, SPBE, hotel, penyewaan apartemen yang kemudian hasil dari kegiatan usaha tersebut menjadi seolah-olah sah.
Lalu sebagian aset itu diduga dibelanjakan untuk pihak lain maupun atas namanya sendiri serta adanya transaksi tanpa adanya "underlaying" atau dasar transaksi yang jelas. Seperti memberikan kendaraan ke sejumlah artis yakni Jennifer Dunn, Catherine Wilson, Rebecca Reijman, Aimah Mawaddah Warahmah, dan Reny Yuliana.
Jennifer Dunn menjadi saksi pada sidang lanjutan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kedelapan, modus "concealment within business structure". Wawan diduga tidak memberikan informasi yang benar saat memberikan kewajiban laporan SPT pajak tahunan, baik sebagai wajib pajak pribadi maupun perusahaannya. Beberapa perusahaannya seperti PT BWY, PT PPJ dan PT CMI tercatat sebagai wajib pajak tidak patuh karena tidak melaporkan SPT penghasilan setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, hal tersebut menunjukkan perusahaan-perusahaan yang dibuat Wawan hanyalah upaya menyembunyikan dana kejahatan ke dalam kegiatan normal dari bisnis atau ke dalam perusahaan yang telah ada yang dikendalikan PT BPP. Hal ini termasuk tipologi pencucian uang yang sering dikenal dengan "concealment within business structure".
"Dengan demikian terlihat jelas bahwa upaya menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan tersebut memang menjadi niat atau tujuan terdakwa," ucap jaksa Roy.
Jaksa juga mengutip keterangan mantan Kepala PPATK Yunus Husein sebagai ahli tindak pidana pencucian uang yang menjelaskan profil pelaku pencucian uang dapat dilihat dengan metode analisis dari kehidupan terdakwa (life style) sebagai orang yang "big spender".
"Artinya orang yang boros, foya-foya di antaranya dengan mudah memberikan hadiah ke teman dekat perempuan-perempuannya berupa kendaraan mewah dan rumah mewah dan memberikan kendaraan-kendaraan ke anggota DPRD provinsi Banten," papar jaksa.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyatakan, terhadap harta-harta yang terbukti berasal dari tindak pidana tersebut, sudah sepatutnya dirampas untuk diserahkan ke kas negara.
Setelah agenda tuntutan, persidangan selanjutnya ialah mendengarkan nota pembelaan dari Wawan.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.