Menkumham soal RUU Pemasyarakatan: Bebas Bersyarat Itu Hak

18 September 2019 15:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laloy bersama Badan Legislasi DPR sepakat membawa RUU Pembentukan Peraturan Perundang undangan ke paripurna untuk disahkan menjadi UU. Foto: Ricad Saka/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laloy bersama Badan Legislasi DPR sepakat membawa RUU Pembentukan Peraturan Perundang undangan ke paripurna untuk disahkan menjadi UU. Foto: Ricad Saka/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membawa revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan untuk disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna DPR. Namun, RUU tersebut menuai polemik karena dianggap mempermudah pelaku korupsi, yang merupakan kejahatan luar biasa, mendapat pembebasan bersyarat.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, bebas bersyarat merupakan hak warga binaan di lapas. Sedangkan pembatasan hak seseorang untuk mendapat pembebasan bersyarat itu hanya bisa melalui UU dan putusan pengadilan, bukan peraturan di bawahnya.
"Bebas bersyarat itu kan hak, pembatasan hak harus melalui UU, begitu, ya. Nanti kita lihat pelan-pelan, ya, nanti kita lihat turunannya seperti apa dululah. Pokoknya setiap orang punya hak remisi. (Pembatasan) itu melanggar hak asasi. Pembatasan itu melalui dua, pengadilan dan UU," ujar Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9).
Sebagaimana diketahui, RUU Permasyarakatan ini meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Di dalamnya mengatur syarat rekomendasi narapidana mendapat pembebasan bersyarat.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bekerja sama membersihkan lingkungan Lapas Kelas II A Serang, Banten. Foto: ANTARA FOTO/Dziki Oktomauliyadi
Karena PP itu ditiadakan, kini aturan pemberian pembebasan bersyarat terhadap terpidana kejatahan luar biasa, termasuk korupsi, kembali pada kententuan PP Nomor 32 Tahun 1999.
ADVERTISEMENT
"Ya sudah nanti kamu lihat aja, masih ada nanti turunannya dari situ. Pokoknya kita (pemerintah) laksanakan sesuai ketentuan UU yang berlaku," kata Yasonna.
PP Nomor 99 Tahun 2012 merupakan aturan yang komprehensif yang mengatur tentang syarat dan rekomendasi pemberian pembebasan bersyarat kepada koruptor dari penegak hukum yang selama ini memberatkan kasus napi koruptor yang bersangkutan.
Misalnya, pasal 43A mengatur syarat bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pindana yang dilakukan, atau yang biasa disebut dengan istilah justice collaborator.
Selanjutnya, pasal 43B ayat (3) mensyaratkan adanya rekomendasi dari KPK sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam rangka pemberian pembebasan bersyarat.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laloy bersama Badan Legislasi DPR sepakat membawa RUU Pembentukan Peraturan Perundang undangan ke paripurna untuk disahkan menjadi UU. Foto: Ricad Saka/kumparan
Namun, dengan kembali diberlakukannya PP 32 Tahun 1999, maka pemberian pembebasan bersyarat mengacu pada penilaian Dirjen Pemasyarakatan. Poin ini yang dinilai justru mempermudah koruptor mendapatkan pembebasan bersyarat.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Yasonna mengaku, RUU Permasyarakatan ini sifatnya menyesuaikan dengan prinsip dan hak dasar manusia terhadap perkembangan zaman. Terkait ketentuan pembebasan bersyarat di dalamnya, Yasonna akan mengecek lebih dulu apakah bertentangan dengan UU di atasnya atau tidak.
"Intinya RUU Pemasyarakatan mengakomodasi kemajuan zaman, dan ini tidak jauh beda dengan dunia luar. Dunia negara yang sudah jauh lebih tertinggal dari kita juga, reform mereka dalam UU Pemasyarakatan jauh lebih maju dari kita. Masa begitu," ungkap Yasonna.
"Kita cek dulu bertentangan enggak dengan UU itu. Ya semua disesuaikan dengan UU yang lebih tinggi," tutupnya.