Menlu AS Beberkan Kemungkinan Skenario Invasi Rusia ke Ukraina
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Kami tidak mengetahui persisnya seperti apa peristiwa yang akan terjadi. Tetapi, ini yang bisa diantisipasi oleh dunia,” ujar Blinken dalam rapat DK PBB soal Ukraina di New York, AS.
Menurutnya, Rusia kemungkinan akan menciptakan suatu dalih yang bisa menjustifikasi serangan mereka ke Ukraina.
“Kami tidak tahu bentuk persis [dalihnya] seperti apa. Bisa jadi dalam bentuk berita palsu pengeboman oleh teroris di dalam wilayah Rusia. Penemuan kuburan massal bohongan. Serangan drone terhadap warga sipil, atau serangan palsu—bahkan betulan—menggunakan senjata kimia,” papar Blinken, sebagaimana dikutip dari CNN.
“Rusia mungkin akan mendeskripsikan peristiwa tersebut sebagai penghapusan kelompok etnis atau genosida,” lanjut dia.
Menurut Blinken, media-media Rusia sudah mulai menyebarkan peringatan-peringatan palsu seperti itu untuk “memaksimalkan kemarahan masyarakat” yang bisa menjadi alasan dasar untuk perang dengan Ukraina.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah mengeluarkan peringatan bahwa serangan Rusia ke Ukraina bisa terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Blinken, dalam kesempatan ini, mendesak Moskow untuk menyatakan mereka tidak akan menyerang Ukraina.
“Nyatakan dengan jelas. Nyatakan kepada dunia secara sederhana, dan kemudian demonstrasikan pernyataan tersebut dengan memulangkan pasukan Anda, tank Anda, dan pesawat-pesawat Anda ke barak dan hanggarnya. Dan kirimkan diplomat-diplomat Anda ke meja negosiasi,” ungkap Blinken, dikutip dari Reuters.
Rusia langsung merespons tudingan AS soal kemungkinan skenario tersebut.
Wakil Menlu Rusia Sergei Vershinin menyebut, pernyataan Blinken itu sangat disesalkan dan merupakan langkah berbahaya yang bisa menyulut tensi.
Vershinin menambahkan, pasukan tetap berada di dalam wilayah Rusia. Sejumlah unit sudah mulai kembali ke markas mereka.
ADVERTISEMENT
Pada Kamis, Moskow juga mengumumkan sebagian pasukan juga sudah bergerak meninggalkan kawasan Krimea, setelah latihan militer mereka selesai.
Situasi di wilayah timur Ukraina, tepatnya di kawasan Donbass, pada Kamis (17/2) mencekam. Separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina menuduh satu sama lain soal penembakan yang terjadi di sepanjang garis gencatan senjata.