Menlu Retno: Masalah Rohingya Tak Bisa Dikesampingkan, Dunia Harus Bantu

23 September 2021 10:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menlu Retno Marsudi di 20th Anniversary Durban Declaration. Foto: YouTube/MoFA Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Menlu Retno Marsudi di 20th Anniversary Durban Declaration. Foto: YouTube/MoFA Indonesia
ADVERTISEMENT
Di tengah berbagai krisis yang saat ini tengah berkecamuk di dunia, Menteri Luar Negeri RI Retno L Marsudi mengingatkan komunitas internasional untuk tidak mengesampingkan masalah etnis Rohingya.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan High Level Event on Rohingya Crisis di sela Sidang Umum PBB ke-76 New York, Menlu Retno mengungkapkan keprihatinan soal kehidupan para pengungsi Rohingya.
“Saya menyampaikan bahwa rakyat Rohingya sudah menderita cukup lama, dan sampai saat ini belum ada perkembangan perbaikan yang signifikan. Kondisi pengungsi Rohingya sangat mengkhawatirkan terlebih di masa pandemi ini,” kata Menlu Retno dalam jumpa pers virtual, Rabu (22/9) waktu New York, Amerika Serikat.
“Dalam setiap pertemuan yang membahas krisis politik di Myanmar, Indonesia selalu mengingatkan bahwa masih adanya satu PR besar yang jangan sampai dikesampingkan, yaitu penyelesaian masalah Rohingya,” lanjutnya.
Pertemuan ini dihadiri oleh Perdana Menteri Bangladesh, Menlu Brunei, Menlu Turki, Menlu Gambia, Menlu Inggris, dan Sekretaris Jenderal OKI (Organisasi Kerja Sama Islam).
ADVERTISEMENT
Di hadapan para pejabat tinggi negara tersebut, Menlu Retno melihat situasi para pengungsi Rohingya di Cox’s Bazaar, Bangladesh, sangat rentan terpapar COVID-19. Hal ini diperburuk oleh vaksinasi yang masih rendah.
Oleh karenanya, ia menyampaikan dua hal yang harus dilakukan komunitas internasional dalam membantu perbaikan situasi para pengungsi Rohingya.
“Pertama, bantuan untuk mengatasi COVID-19. Untuk itu, vaksinasi, alat kesehatan, dan obat-obatan harus disalurkan ke Cox’s Bazaar. Masyarakat internasional harus bekerja sama untuk pastikan pengungsi Rohingya dapat segera memperoleh akses vaksin,” jelas Menlu Retno.
Suasana di kamp pengungsian Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh. Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Yang kedua, menurutnya, adalah komunitas internasional harus bahu membahu menciptakan kondisi yang mendukung repatriasi atau kembalinya para pengungsi Rohingya ke Tanah Air mereka, yaitu Myanmar.
“Dalam konteks inilah, saya menekankan pentingnya segera diselesaikan krisis politik yang saat ini terjadi di Myanmar, antara lain melalui implementasi Five Points of Consensus. Krisis politik yang berkepanjangan akan menghambat upaya repatriasi,” papar Menlu Retno.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, etnis Rohingya yang berasal dari negara bagian Rakhine, Myanmar, mengalami kekerasan oleh militer.
Setidaknya 700.000 warga Rohingya di negara bagian ini melarikan diri ke Bangladesh pada 2017 lalu, untuk menghindari kekerasan militer Myanmar. Operasi militer itu dipimpin oleh pimpinan militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Dalam pertemuan soal Krisis Rohingya ini, Menlu Retno tak luput menyampaikan apresiasinya terhadap Bangladesh karena telah bersedia menampung para pengungsi Rohingya.
“Saya juga mendorong masyarakat internasional untuk mendukung kerja AHA Center yang saat ini sedang melakukan penyaluran bantuan kemanusiaan di Myanmar, termasuk kepada rakyat Rohingya di Myanmar,” pungkasnya.