Menlu Retno Singgung COVID-19 hingga Hoaks di Acara 20 Tahun Deklarasi Durban

23 September 2021 1:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menlu Retno Marsudi di 20th Anniversary Durban Declaration. Foto: YouTube/MoFA Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Menlu Retno Marsudi di 20th Anniversary Durban Declaration. Foto: YouTube/MoFA Indonesia
ADVERTISEMENT
Menlu Retno Marsudi menyampaikan pidato dalam perayaan 20 tahun deklarasi Durban atau DDPA di New York, Amerika Serikat, Rabu (22/9).
ADVERTISEMENT
DDPA merupkan dokumen berorientasi aksi yang dibuat pada 2001. Dokumen itu mengusulkan langkah-langkah konkret dalam memerangi rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia, dan intoleransi baik di tingkat nasional, regional, dan internasional.
Dalam pidatonya, Retno mengatakan berdasarkan dokumen DDPA, Indonesia masih melihat adanya diskriminasi dalam penanganan COVID-19 di dunia. Total ada tiga bentuk diskriminasi.
"Pertama dalam mengatasi ketidaksetaraan dan diskriminasi, enam miliar dosis vaksin telah diberikan secara global. Tetapi hanya sekitar 2 persen yang telah diberikan di Afrika, dibandingkan dengan hampir 80 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas," kata Retno dikutip Kamis (23/9).
Kemasan vaksin COVID-19 diperlihatkan di Command Center serta Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV), Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/1). Foto: M Agung Rajasa/Antara Foto
Retno menuturkan, distribusi vaksin tidak merata termasuk dalam diskriminasi. Akibatnya, kesenjangan melebar dan menghambat pemulihan bersama.
"Di saat kritis ini, kesetaraan adalah ujian moral terbesar di hadapan masyarakat global. Sejalan dengan DPPA, menyerukan kesetaraan dan non-diskriminasi. Kita harus memastikan bahwa semua orang, di mana saja, dapat divaksinasi lebih cepat daripada mengirim surat," ucap Retno.
ADVERTISEMENT
Sedangkan masalah kedua, Retno menekankan diperlukan kerja sama dan solidaritas dalam menangani COVID-19. Ia mengatakan, tidak ada satu pun negara di dunia yang mampu menangani pandemi tanpa adanya bantuan dari negara lain.
"Tidak ada satu negara pun yang dapat menghadapi pandemi sendirian. Saatnya untuk mengesampingkan perbedaan kita dan memfokuskan energi kita untuk mengatasi pandemi bersama," tutur Retno.
Lalu masalah terakhir atau ketiga, Retno mengatakan masih banyak informasi hoaks di media sosial terkait COVID-19. Oleh sebab itu, ia meminta masyarakat dunia bersatu melawan kabar hoaks ini.
"Kerja sama internasional yang kuat diperlukan untuk menyediakan informasi yang akurat tepat waktu dan mencegah miss information," tutup Retno.