Menristek: Dari 6 Platform, Pengembangan Vaksin Merah Putih Eijkman Paling Cepat

18 Januari 2021 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro usai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/6). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro usai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/6). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Pemerintah kini tengah menunggu kedatangan vaksin corona dari produsen luar negeri secara bertahap hingga 2022 mendatang. Di sisi lain, peneliti dalam negeri lewat konsorsium Lembaga Eijkman juga tengah mengembangkan vaksin Merah Putih.
ADVERTISEMENT
Menristek Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, dari pengembangan vaksin Merah Putih oleh 6 platform berbeda termasuk perguruan tinggi, pengembangan vaksin ini terbilang positif.
Menurut Bambang, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi satu-satunya pengembang vaksin Merah Putih dengan waktu pengembangan tercepat.
"Jadi dari 6 [platform] ini boleh dibilang yang perkembangannya paling cepat, seperti ini dilihat di kalender tersebut adalah yang dari Eijkman yang dipimpin Prof Amin Soebandrio. Di mana kita harapkan dari Eijkman ini ada dua. Ada protein rekombinan yang berbasis mamalia, ada protein rekombinan yang berbasis ragi atau yeast," ujar Bambang dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (18/1).
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio. Foto: Youtube/@DPMPTSP DKI Jakarta
Diketahui enam platform pengembang vaksin Merah Putih itu adalah Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Eijkman, serta LIPI.
ADVERTISEMENT
Langkah Eijkman dinilai tercepat setelah membentuk konsorsium riset untuk mengembangkan vaksin COVID-19. Konsorsium ini terbentuk sejak pandemi corona pertama muncul Indonesia pada Maret 2020.
"Sebenarnya di awal ketika bulan Maret kita mulai mengalami pandemi, dan kami langsung membuat konsorsium riset. Kami sudah masuk, menugaskan Eijkman untuk mulai melakukan pengembangan vaksin," ucap Bambang.
"Dan saat itu yang dikembangkan karena Eijkman sudah biasa bekerja sama dengan Bio Farma, maka yang dikembangkan adalah protein rekombinan. Dan protein rekombinan waktu itu awalnya disepakati dengan ekspresi sel mamalia," lanjutnya.
Jika hasilnya sesuai rencana, bibit vaksin bentukan Eijkman akan segera diberikan ke PT Bio Farma untuk kemudian diproduksi menjadi vaksin corona.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
"Diperkirakan bulan Maret ini bibit vaksin sudah bisa diberikan ke Bio Farma. Untuk LIPI, ini memang baru mulai jadi mungkin prosesnya lebih lambat dibandingkan Eijkman, meskipun metode yang digunakan sama," tutur Bambang.
ADVERTISEMENT
Ia berharap koordinasi intens terus dibangun pemerintah, Bio Farma, dan BPOM dalam upaya memproduksi massal vaksin corona hingga akhirnya diberikan kepada masyarakat Indonesia.
Terutama soal pemberian izin darurat (emergency use authorization/EUA) vaksin Merah Putih, yang masih harus melalui uji praklinik, uji klinis I II dan III, serta hingga penerbitan EUA.
"Selain itu, memang masalah uji klinis dan pengolahan dari vaksinnya itu akan menjadi kecepatan dari PT Bio Farma disupport oleh BPOM. Jadi kunci dari kecepatan lahirnya vaksin nantinya juga tergantung kepada Bio Farma dan BPOM," tutupnya.