Menteri LHK soal Kualitas Udara Jakarta: Pakai Metode Kami No. 44

20 Juni 2022 16:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memberikan paparan saat workshop Blue Carbon di Jakarta, Senin (18/4/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memberikan paparan saat workshop Blue Carbon di Jakarta, Senin (18/4/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kualitas udara Jakarta belakangan memburuk. Bahkan, konsentrasi polutan yang ada di Jakarta melebih batas yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
ADVERTISEMENT
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar tak sependapat dengan pendapat WHO tersebut.
“Itu, kan, hasil monitoring analisis pakai metode tertentu dari swasta, ada instrumen yang dia pakai. Saya tidak bermaksud membela diri tetapi kita lihat dari metode yang biasa dipakai,” kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/6).
Siti bakal memberikan data analisa KLHK mengenai kualitas udara di Jakarta. Menurut dia, Jakarta tidak berada di posisi paling buruk terkait kualitas udara.
“Nanti saya kasih data analisisnya. Bahwa pada saat yang sama, DKI bukan yang sekian itu, nomor 44. Jadi, sebetulnya buat saya itu hanya ukuran dan indikator dan kita paling penting adalah kita lihat metodenya apa sih yang dipakai. Selain itu apa tindaklanjutnya. Itu yang paling penting,” tutur Siti singkat.
ADVERTISEMENT
Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota paling berpolusi di dunia, menurut hasil pengukuran indeks kualitas udara (AQI). Berdasarkan data terbaru per hari ini, Senin (20/6) pukul 09.00 WIB, kualitas udara Jakarta mencapai angka 175.
Kualitas udara Jakarta termasuk dalam kategori tidak sehat karena konsentrasi polutan utama atau PM2.5 melebih batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5 µg/m3. Dikutip IQ Air, kandungan polutan PM2.5 udara di Jakarta mencapai 111 µg/m3 atau 22,2 kali lipat dari batas WHO.
PM2.5 adalah partikel polutan yang tidak hanya mengancam kesehatan tapi juga mengurangi jarak pandang karena menghasilkan lapisan kabut di atmosfer. PM2.5 dideskripsikan dengan ukuran sekitar 2,5 mikron, dan banyak berasal dari emisi mesin yang menggunakan bahan bakar fosil. Setelah Jakarta ada Santiago, Chile, lalu Lahore, Pakistan.
ADVERTISEMENT