Menteri PPPA Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

11 Februari 2019 16:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah pihak terus mendesak penyelesaian pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Desakan juga muncul dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, yang meminta agar RUU tersebut segera disahkan.
ADVERTISEMENT
“RUU PKS kami tunggu dari pihak DPR karena ini inisiatif dari DPR, bukan dari kami pemerintah. Kami dari pemerintah mendukung dan mendesak secepatnya untuk DPR harus mengesahkan,” kata Yohana usai rapat bersama di kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin (11/2).
Dia menilai RUU PKS saat ini diperlukan lantaran tingkat kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi. Kekerasan itu berbentuk fisik hingga kekerasan seksual. Yohana berharap RUU PKS mampu menjadi payung hukum untuk para korban dalam memenuhi hak-hak mereka atas kejahatan atau kekerasan yang dialami.
RUU PKS diusulkan sejak tahun 2015. Namun, hingga saat ini, RUU tersebut masih belum kunjung disahkan.
RUU tersebut menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai RUU tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan agama sebab cakupan dari RUU tersebut berpotensi untuk memberikan ruang bagi perilaku seks bebas dan menyimpang.
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto: Pexels
Mengenai pro dan kontra ini, Yohana mengaku akan melaksanakan diskusi publik untuk meluruskan pandangan masyarakat akan RUU PKS.
ADVERTISEMENT
“RUU PKS masih ada pro kontra jadi saya rencananya akan melakukan diskusi publik untuk mendiskusikan bersama,” kata Yohana.
Yohana berharap, RUU ini dapat segera diselesaikan dan disahkan oleh DPR. Tujuannya, tidak lain adalah untuk menciptakan lingkungan yang ramah untuk perempuan sesuai dengan kesepakatan sustainable development goals tahun 2030.
“Jadi kami usahakan supaya di tahun 2030, Indonesia sudah ramah terhadap perempuan dan ramah terhadap anak,” ujarnya.