Menteri PPPA Terharu RUU Perkawinan Diketok: Selamatkan Anak Indonesia

16 September 2019 18:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, merasa terharu saat DPR mengesahkan revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Setelah revisi, kini batas minimal menikah untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
ADVERTISEMENT
"Rasa sedih dan bahagia karena akhirnya tercapai, disahkannya revisi Undang-undang Perkawinan dengan batas usia perkawinan minimal bagi perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Ini luar biasa, kami senang sekali," kata Yohana di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).
Menurut Yohana, pasal baru dalam UU yang disahkan DPR ini adalah kado bagi anak-anak di Indonesia yang pernah dijanjikannya saat peringatan hari anak nasional, 23 Juli 2019 lalu.
"Bahwa kami akan berusaha menaikkan angka batas usia perkawinan di atas usia anak. Sebuah sejarah yang harus dicatatkan," ucap Yohana.
Dia memaparkan, Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN soal angka perkawinan anak tertinggi. Praktik perkawinan anak di Indonesia berdasarkan data BPS 2017 menunjukkan angka 25,2 persen. Artinya, 1 dari 4 anak perempuan menikah pada usia anak, yaitu sebelum mencapai usia 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada tahun 2018, BPS mencatat sebesar 11,2 persen, artinya 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Selain itu, ada 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan anak di atas angka nasional.
"Keputusan atas pengesahan RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini sangat dinantikan oleh seluruh warga Indonesia dalam upaya menyelamatkan anak Indonesia atas praktik perkawinan anak yang sangat merugikan anak, keluarga dan Negara," katanya.
Lebih jauh, bagi Yohana, fakta hari ini praktik perkawinan anak harus dihentikan. Sebab, jika tidak dicegah, kondisi seperti itu akan menjadikan Indonesia berada dalam kondisi darurat perkawinan anak.