Mesin Pembunuh di Jalan Raya itu Namanya Bus Rongsok

30 November 2022 14:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kecelakaan bus. Foto: Jaromir Chalabala/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecelakaan bus. Foto: Jaromir Chalabala/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut bus rongsok menjadi salah satu mesin pembunuh di jalan. Kondisi bodi bus yang tak laik dinilai meningkatkan fatalitas ketika terjadi kecelakaan. Bodi bus tak sepenuhnya melindungi penumpang.
ADVERTISEMENT
Plt Ketua Sub Komite Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan menjelaskan bahwa soal kondisi bus ini menjadi salah satu temuan dalam investigasi kecelakaan bus wisata di Tebing Bego, Bantul, yang menewaskan 14 orang termasuk sopir awal Februari silam.
Kondisi bodi bus ini menjadi perhatian di samping penyebab kecelakaan yang meliputi kondisi jalan maupun faktor pengemudi.
"Bagaimana kita KNKT baru sadar ada hal yang terlewatkan dari kita dan jadi mesin pembunuh di jalanan. Dan ini harus perlu diperbaiki," kata Wildan saat ditemui di Rich Hotel, Kabupaten Sleman, Rabu (30/11).
Dijelaskan Wildan, bahwa selama ini pemerintah membatasi usia bus 10 tahun. Kebijakan itu menurutnya perlu dikaji ulang. Pasalnya, banyak bus yang sudah berusia 10 tahun itu dijual oleh perusahaan dan menjadi bus rongsok yang tak laik jalan.
ADVERTISEMENT
"Ternyata bus itu beda dengan mobil penumpang. Mobil penumpang yang bikin Suzuki ya Suzuki, Toyota ya Toyota. Bus enggak. Bus itu mesinnya Hino, karoserinya yang bikin orang lain," katanya.
Dijelaskan bahwa pabrik seperti Hino hanya membuat mesin dan sasis. Sasis ini, usianya bisa sampai 30 hingga 50 tahun.
"Tapi yang menjadi masalah atapnya kabin. Kabin bus itu beda dengan kabin mobil penumpang. Mobil penumpang itu pasti dicelup antikarat karena diproduksi banyak. Sementara bus di Indonesia tidak ada yang dicelup antikarat. Dia hanya lempengan-lempengan itu saja," katanya.
Usia kabin seperti itu menurut Wildan tak akan lebih dari 8 tahun. Karoseri tidak mencelup antikarat pada kabin lantaran produksinya yang sedikit. Mencelup antikarat pada 1 bus sama harganya dengan mencelup antikarat untuk 2.000 bus.
ADVERTISEMENT
"Kita kan enggak ada yang produksi (karoseri) 1.000 lebih kan enggak ada. Beda kalau mobil penumpang pasti dicelup dia. Sekarang kita berpikir ada dua bagian bus nih. Satunya sasis, satunya kabin. Sasis bisa 30 sampai 40 tahun. Kabin hanya maksimal 8 tahun," katanya.
Kondisi inilah yang membuat bus bagaikan mesin pembunuh. Ketika usia bus sudah 10 tahun dan dijual kembali maka bus tersebut sudah tidak laik pada bagian bodi. Ketika terjadi kecelakaan maka akan menyebabkan fatalitas yang jauh lebih tinggi. Misal saja kondisi bodi yang keropos.
"Kalau kita batasi hanya 10 tahun (usia bus) maka dia kemudian akan dijual, dipakai lagi oleh perusahaan lain. Ketika dipakai jadilah tadi mesin pembunuh. Gesek sedikit saja langsung terdeformasi membunuh orang yang ada di dalamnya," katanya.
ADVERTISEMENT
Lalu Kebijakan Apa yang Tepat?
Wildan mengatakan bahwa hasil investigasi ini akan didiskusikan dengan Kemenhub. Menurutnya kebijakan usia bus 10 tahun ini perlu dikaji ulang. Kebijakan juga harus bisa membuat semua pihak bahagia.
Menurut Wildan yang perlu dibatasi usianya adalah bodi bus bukan mesin atau sasis bus.
"Sekarang kalau kita buat kebijakan ini bahwa bus enggak dibatasi usianya, tapi bodi yang dibatasi usianya. Katakanlah 5 tahun," katanya.
"Pemilik bus pasti happy dia tidak dipaksa beli bus baru, kan. Karoseri senang banget. Orang rongsokan senang dapat rongsok dan namanya rongsokan kan enggak mungkin dipakai, kan. Hanya dilepas saja gitu. Tapi semuanya juga selamat," katanya.
Dengan kebijakan tersebut penambahan jumlah bus juga bisa terkendali karena setiap perusahaan tidak perlu membeli bus tiap 10 tahun. Demikian pula untuk perusahaan baru mereka tidak membeli bus bekas tapi membeli bus dalam kondisi baru.
ADVERTISEMENT
"Dia (perusahaan) hanya menjual saat butuh duit saja kalau sekarang menjual karena keputusan pemerintah nggak boleh lebih dari 10 tahun. Akhirnya kan bus jadi banyak banget. Bus rongsok banyak banget dan kalau digunakan jadi mesin pembunuh," katanya.