Meski Awal Ramadhan 2022 Beda, Idul Fitri Berpotensi Bareng

2 April 2022 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat muslim memadati Masjid Raya Baiturrahman untuk melaksanakan ibadah shalat Id atau sembahyang hari Raya Idul Fitri di Banda Aceh, Aceh, Rabu (5/6). Foto: ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
zoom-in-whitePerbesar
Umat muslim memadati Masjid Raya Baiturrahman untuk melaksanakan ibadah shalat Id atau sembahyang hari Raya Idul Fitri di Banda Aceh, Aceh, Rabu (5/6). Foto: ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Agama dan Muhammadiyah mengumumkan tanggal berbeda untuk 1 Ramadhan 1443 Hijriah. Kendati demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meyakini, Idul Fitri 2022 berpotensi dirayakan serentak.
ADVERTISEMENT
"Ya, betul, soal Idul Fitri berpotensi sama," tutur Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, kepada kumparan pada Sabtu (2/4/2022).
Sebagaimana diketahui, Kementerian Agama menetapkan awal Ramadhan ialah pada Minggu (3/4/2022). Sedangkan Muhammadiyah menandai Sabtu (2/4/2022) untuk mengawali puasa.
Masyarakat sempat mengkhawatirkan, perbedaan tersebut akan berlaku pula terhadap hari lebaran.
Potret udara umat muslim melaksanakan Salat Idul Fitri di Masjid Al Azhar, Jakarta, Kamis (13/5/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Sebagian umat Islam mengungkap kecemasan akan hilangnya kemeriahan hari raya tersebut bila disambut pada waktu berbeda-beda. Pun warga yang berkeinginan pulang ke kampung halaman turut risau.
Menilik hal tersebut, Amirsyah mendorong agar pemerintah bersikap lebih terbuka. Ia berharap perbedaan tidak akan muncul terkait hari Lebaran. Terlebih, momen istimewa itu membentangkan pula pertalian antara seluruh lapisan masyarakat.
"Atas perbedaan itu pemerintah harus lebih arif dan bijaksana dalam mendengar masukan dari berbagai pihak sehingga tidak ada potensi perbedaan masuki 1 Syawal 1443 H," jelas Amirsyah.
ADVERTISEMENT
"Kebersamaan Lebaran merupakan momentum yang sangat tepat untuk kelihatan lebih kompak dalam rajut kebersamaan sesama anak bangsa," sambungnya.
Ilustrasi menyambut bulan suci Ramadhan Foto: Shutter Stock
Menurut Amirsyah, ibadah puasa dilakukan berdasarkan niat dan dijalankan sesuai syarat dan rukun. Ia menilai masyarakat tak perlu khawatir soal lamanya puasa apakah 29 atau 30 hari.
Amirsyah menyebut, hal itu tak lantas membuat ibadah puasa tidak sah. "(Puasa mereka) sah sesuai niat, syarat, dan rukunnya,” ungkap Amirsyah.
Amirsyah kemudian menerangkan, ibadah puasa 1 Ramadhan sebenarnya berlaku sama bagi umat di seluruh dunia secara syari’. Namun, penetapan tanggal dapat berbeda akibat metodologi yang berbeda pula.
Ilustrasi melihat hilal. Foto: ANTARA FOTO/Saiful Bahri
Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada pedoman hisab hakiki wujud al-hilal. Rumusan tersebut menggarisbawahi, bulan Ramadhan dikatakan dimulai bila memenuhi sejumlah kriteria secara kumulatif.
ADVERTISEMENT
Kriteria tersebut yakni terjadinya ijtima’ (konjungsi) sebelum matahari terbenam. Selain itu, piringan atas bulan terlihat berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Amirsyah mengatakan, kriteria-kriteria itu telah terpenuhi pada Jumat (1/4/2022).
"Pertama, Ijtima’ menjelang Ramadhan 1443 H terjadi pada hari Jum’at Pahing 29 Sya’ban 1443 H/1 April 2022 M pukul 13.27.13 WIB. Kedua, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta +02o 18’12” (hilal sudah wujud)," tulis pernyataan dari Amirsyah.
Prof. H. Thomas Djamaluddin, M.Si saat seminar Posisi Hilal Penentu Awal Ramadan 1443H/2022M. Foto: Youtube/@Bimas Islam TV
Walau demikian, pemerintah telah mengadopsi standar baru. Kemenag kini memeluk standar Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021.
Kriteria baru MABIMS menetapkan, hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengamatan,bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat. Hal itu diamati pada Jumat (1/4/2022) malam.
"Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak," terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin, saat Sidang Isbat pada Jumat (1/4/2022), seperti dikutip dari laman resmi Kemenag.
Wasekjen MUI Amirsyah Tambunan (tengah) di Kantor Wapres, Senin (25/3). Foto: Nadia Riso/kumparan
Terlepas dari pengamatan itu, pihak-pihak terkait tak lantas menjadi saling tuding. Sebab, perbedaan interpretasi bersifat relatif. Pun perbedaan itu tidak akan mengurangi pahala seseorang.
"Dalam menyikapi perbedaan harus dihindari pendapat satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah," ujar Amirsyah.
"Al-Qur’an memang memberikan porsi ‘perbedaan pendapat’, porsi ber-ijtihad lebih banyak agar umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain," imbuhnya.
Ilustrasi ajaran agama. Foto: Shutter Stock
Mengedepankan toleransi, Amirsyah turut menyinggung urgensi dalam bidang pendidikan keagamaan. Ia mengusulkan perubahan arah dalam sistem agar masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih toleran.
ADVERTISEMENT
Menurut Amirsyah, perbedaan tidak seharusnya melahirkan pertentangan dan permusuhan. Sebab, perbedaan merupakan rahmat.
"Perlunya reorientasi pendidikan keagamaan yang berwawasan toleransi, sejak dari pendidikan dasar penting diajarkan tentang realitas perbedaan pendapat, dan bagaimana menghargai perbedaan tersebut," papar Amirsyah.
"Ramadhan hendaknya menjadi momentum teladan mengendalikan, memahami perasaan orang lain, empati dan simpati," pungkasnya.