Mimpi Anak Punk Ingin Bangun Masjid di Kolong Flyover Tebet, Jaksel

17 Mei 2019 21:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tato Teguh, anak punk yang bermimpi bangun masjid di kolong flyover Tebet. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tato Teguh, anak punk yang bermimpi bangun masjid di kolong flyover Tebet. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ngesti Teguh Asmoro (31), seorang anak punk di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, sejak umur 24 tahun sudah menjadi anak punk. Kini Teguh memilih mendalami ilmu agama untuk kehidupannya yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Niatan itu ia dalami di kolong flyover Tebet, Jakarta Selatan, yang kini jadi markas anak punk yang memutuskan untuk berhijrah. Teguh bercerita, sebelum menjadi anak punk, dia terbiasa hidup dan mengais rezeki di jalanan. Pada saat itulah, ia bertemu dengan kawan anak punk.
"Akhirnya nongkrong-nongkrong bareng ternyata komunitas punk ini persatuannya erat, maksudnya persaudaraannya ini bisa dibilang bener-bener ini lah, buat teman, berkorban, makanya saya suka bergabunglah sama mereka," ucapnya kepada kumparan, Jumat (17/5).
"Walaupun rupa kita seperti ini dan harta kita begitu (aja), Allah enggak pandang kan, yang penting niat dan amal," ucap Teguh.
Setelah bergabung, seperti mayoritas anak punk lainnya, Teguh pun ikut merajah tubuhnya dengan tato. Ada banyak tato di tubuh Teguh, mulai dari tangan hingga leher.
Tato Teguh, anak punk yang bermimpi bangun masjid di kolong flyover Tebet. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Tato pertama Teguh adalah gambar tengkorak dengan tulisan 'I don't Care'. Tato itu digambar di tangan kanannya.Tidak ada yang istimewa dari tato itu. Teguh menyebut, saat proses pembuatan, ia menyerahkan sepenuhnya kepada sang pembuat.
ADVERTISEMENT
"Sebenernya enggak ada cerita ya (mengenai tato), kalau ini memang dari si pembuat aja istilahnya feeling pembuat. Kalau ngasih gambar, kurang suka dia. Feeling dari dia aja, imajinasi dia. Yaudah bang gambar apaan aja, yang penting bagus," kata Teguh.
"(Pertama) nyoba-nyoba, segambar dua gambar akhirnya ketagihan sampe sekarang (banyak)," sambungnya.
Memilih untuk jadi anak punk pun bukan hal yang sulit bagi Teguh. Karena besar di jalan, ditambah kehidupan anak punk yang menurutnya sangat bersahabat, meneguhkan dirinya untuk bergabung.
Salah satu anggota Komunitas Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta selatan. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Meski begitu, menjadi anak punk tak selamanya menyenangkan. Ia pun bercerita susah senang menjadi anak punk.
"Kalau sedihnya gimana ya, kalau sedihnya sih cara mencari makan gitu kan kadang-kadang, begitulah istilahnya. Tapi kalau senangnya, kekompakan, persatuannya, habis itu menolongnya jiwanya besar. Makanya saya suka di situ," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sempat suatu waktu, Teguh kehabisan uang saat melancong pergi ke Bogor bersama kawan-kawannya. Beruntung ia bertemu dengan teman-teman punk dari daerah kota hujan itu.
Belum pernah kenal sebelumnya, bertemu pun baru pertama kali. Namun, kata Teguh, mereka diperlakukan seperti saudara sendiri oleh anak-anak punk di sana.
Solidaritas tinggi itu kadang dipandang tak berarti oleh sebagian orang yang malah melihat anak punk dengan sebelah mata. Mereka menganggap, penampilan yang urakan sangat menganggu.
Kegiatan ngaji bareng Komunitas Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta selatan. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Terkait itu, Teguh maklum. Memang ia kerap menemui orang dengan sifat demikian.
"Jadi sebagaian orang sih memang, itu wajar ya. Istilahnya sebagian orang memandang kita dari rupa ya, dari fisik, tapi kita yakin aja, bahkan Rasullulah juga pernah bersabda kan? Allah itu enggak memandang dari harta dan rupamu, iya kan. Tapi Allah memandang niat dan amalmu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi istilahnya gimana ya, bukan berarti orang yang lebih rapih dari kami ini lebih suci. Bahkan bisa lebih bajingan dari kami. Kalo memandang lewat model, casing, ya kan?" sambungnya.
Teguh bercerita, suatu waktu ia pernah ingin menunaikan salat di sebuah masjid. Waktu itu, salat Isya berjamaah telah selesai dan dia baru datang ke masjid.
Namun saat hendak salat, lampu masjid dimatikan oleh jemaah, dan bilang bahwa masjid akan digembok. Mulai dari situ, ia selalu menyelipkan doa agar bisa membangun masjid di flyover Tebet, tempat ia biasa mengaji bersama kawan-kawannya.
"Makanya saya berharap nanti Insyaallah, Allah mengabulkan permintaan saya, saya berdoa sama Allah supaya bisa dibikin masjid di kolong ini. Mushala lah minimal, buat anak komunitas punk biar mereka ini enggak terlalu risih, biar mereka ini punya tempat buat bersanding, berdoa, ibadah. InsyaAllah saya berdoa kepada Allah biar bisa dikabulin," ungkapnya.
Kegiatan ngaji bareng Komunitas Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta selatan. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan

Berubah demi anak dan istri

Motivasi Teguh untuk berubah mendalami ilmu agama juga didorong dengan statusnya yang kini sebagai kepala rumah tangga. Ia berpikir, usai punya anak, tak mungkin hidupnya tak ada perubahan.
ADVERTISEMENT
"Kalau yang memicu saya berubah ya mau sampai kapan ya, saya udah punya anak, gitu kan. Udah punya istri, kalau sayanya belum bener, enggak mungkin istrinya juga ikut bener. Istilahnya kan yang dipegang ayah dulu, ayah ini pemimpin. Kalau saya belum bener istri saya enggak bakal mau (berubah)," ujarnya.
"Kaya waktu dulu saya membuat tato, istri saya minta tato juga. Sekarang alhamdulilah, pas saya berubah, istri saya saya tawari berubah juga ya kan. Sedikit-sedikit sih, tapi alhamdulilah sekarang sudah mulai menutupi auratnya, alhamdulilah," lanjutnya.
Ia pun berpesan, kepada seluruh anak punk, untuk tidak ragu ketika berubah menjadi lebih baik lagi. Ia meyakinkan, bahwa tato yang ada di badan anak-anak punk, bukanlah hambatan dalam kembali beribadah, berikhtiar untuk jadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Jadi buat kawan-kawan semua, jangan patah semangat, buat yang bertato-tato jangan patah semangat. Karena jangan heran sama orang yang bertato pergi ke masjid, heranlah sama yang dia tidak bertato tapi dia tidak datang ke masjid," pungkasnya.
Kegiatan ngaji bareng Komunitas Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta selatan. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Teguh saat ini tergabung dengan komunitas 'Tasawuf Underground'. Di kolong flyover Tebet, ada sekitar 40 orang yang tergabung dalam komunitas ini.
Kegiatan komunitas ini beragam, mulai dari mengaji Al-Quran hingga pembekalan keterampilan untuk bekerja. Untuk kegiatan mengaji, di flyover Tebet, dilakukan rutin setiap Jumat dan Sabtu setiap minggunya.