Misteri Nama Menteri di Pusaran Kasus Suap Bowo

22 April 2019 21:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bowo Sidik Pangarso saat menggunkan hak pilihnya di TPS Rutan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bowo Sidik Pangarso saat menggunkan hak pilihnya di TPS Rutan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Nyanyian anggota DPR Bowo Sidik Pangarso kembali memeriahkan penyidikan perkara yang membelitnya. Latar belakang perkara suap yang dilakukannya untuk memuluskan distribusi pupuk seakan tenggelam.
ADVERTISEMENT
Perhatian publik kini tertuju pada sumber uang total Rp 8 miliar yang akan digunakan Bowo untuk mengamplopi sejumlah pendukung di dapilnya untuk kembali mencoblos namanya di pileg. Nama menteri aktif di kabinet kerja diseret ke pusaran suap kasus Bowo.
Kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk, menyebut sang menterilah yang menjadi penyumbang utama amplop 'serangan fajar' yang disiapkan kliennya untuk pileg.
"Sumber uang yang memenuhi Rp 8 miliar yang ada di amplop tersebut dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini," ujar Saut Edward, Senin (22/4).
Kendati demikian Saut enggan menyebutkan lebih jauh terkait siapa menteri yang menjadi penyumbang utama kliennya.
"Saya enggak etis kalau sebut nama," ucap Saut.
ADVERTISEMENT
Misteri nama menteri ini tak pernah terjawab. Walau ada bocoran, menteri itu juga seorang politikus.
Terkait pernyataan tersebut, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan hal itu biasa dilakukan oleh tersangka dalam proses penyidikan. Terhadap informasi yang disampaikan baik oleh tersangka atau saksi kepada penyidik, nantinya akan dicermati dahulu kesesuaiannya dengan sejumlah bukti yang dimiliki KPK.
"Ya ini standar saja dalam penanganan perkara. Kalau ada tersangka atau kalau ada saksi menyampaikan sebuah informasi dalam proses pemeriksaan misalnya atau dituangkan ke berkas perkara ya, kalau ada ya, maka tentu itu perlu dipelajari lebih lanjut, perlu dicermati," kata Febri.
"Misalnya apakah ada kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain atau tidak. Karena KPK juga tidak boleh bersandar hanya pada satu keterangan saja," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Febri menyebut sejauh ini penyidik belum mengagendakan pemeriksaan terhadap salah satu menteri yang disebut-sebut dalam perkara ini.
"Sejauh ini belum ada jadwal, belum ada daftar atau informasi saksi tersebut yang saya ketahui, jadi proses penyidikan ini kan masih berjalan. Kami tentu perlu dalami terlebih dahulu informasi-informasi terkait dengan beberapa hal di sana," kata Febri.
Terkait perkara ini, politikus Golkar Bowo Pangarso diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Asty Winasti sebesar Rp 221 juta dan USD 85,130 (sekitar Rp 1,1 miliar). Suap tersebut diberikan melalui rekan Bowo Pangarso, Indung. KPK telah menetapkan Bowo Pangarso, Asty, dan Indung sebagai tersangka.
Suap itu diduga agar Bowo Pangarso mempengaruhi PT Pupuk Indonesia Logistik agar memberikan pekerjaan distribusi pupuk. Pekerjaan itu sebelumnya sudah pernah dikerjakan PT Humpuss, tapi masa kerja samanya sudah berakhir.
ADVERTISEMENT
Kesepakatan antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss untuk distribusi pupuk kemudian kembali terjalin. Tepatnya, setelah ada penandatanganan MoU pada 26 Februari 2019.
Selain itu, KPK dalam penangkapan ini menemukan uang Rp 8 miliar rupiah yang dibungkus 84 kardus. Uang itu terdiri dari pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu di dalam amplop. KPK menduga uang itu akan dipakai Bowo Pangarso untuk 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019.