Sidang, Uji formil Undang-Undang KPK

MK Diminta Hapus Pasal Dewan Pengawas karena Ganggu Independensi KPK

14 Oktober 2019 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang pendahuluan uji formil Undang-Undang KPK di Gedung MK, Jakarta. Foto:  ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang pendahuluan uji formil Undang-Undang KPK di Gedung MK, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Sebanyak 25 advokat yang juga mahasiswa pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Asy-Syafi’iyah, tak hanya menggugat UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi (MK) secara formil.
ADVERTISEMENT
Para penggugat juga menguji UU tersebut secara materiil, khususnya terkait keberadaan Dewan Pengawas KPK. Menurut mereka, keberadaan Dewan Pengawas di UU KPK baru berpotensi menganggu independensi lembaga antirasuah itu.
Sehingga para pemohon meminta pasal yang mengatur pembentukan Dewan Pengawas dihapus.
“Bahwa dibentuknya Dewan Pengawas berpotensi mengganggu independensi KPK dalam melakukan penindakan dan pencegahan korupsi. Terganggunya independensi KPK dalam melakukan tugas dan fungsinya menjadikan KPK tidak melaksanakan penindakan dan pencegahan korupsi tidak maksimal, dan berpotensi menyuburkan korupsi Indonesia,” ujar salah satu pemohon, Wiwin Taslim, di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
“Bahwa oleh karena itu, ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU KPK yang akan membentuk “Dewan Pengawas” sepatutnya dihapus karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945,” lanjut Wiwin.
Penggugat UU KPK ke MK, Senin (14/10/2019). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Terhadap permohonan tersebut, majelis hakim MK memberikan sejumlah masukan. Menurut salah satu hakim MK, Enny Nurbaningsih, para pemohon harus menjelaskan kerugian apa yang ditimbulkan akibat adanya Dewan Pengawas. Sebab saat ini, Dewan Pengawas belum dibentuk.
ADVERTISEMENT
“Apakah ada kerugian akibat berlakunya norma dari suatu UU, karena ini norma Dewan Pengawas, maka harus bisa menjelaskan soal itu. Harus bisa dijelaskan pula apa bentuk kerugiannya, karena ini kan sesuatu yang belum berlaku,” kata Enny.
“Dan bagaimana kemudian hubungan kausalitasnya antara kerugian-kerugian itu dengan kerugian permohonan pengujian itu sendiri,” tutur Enny.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih saat sidang perdana pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstituai, Jakarta, Senin (30/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pemohon diberikan waktu memperbaiki permohonan 14 hari setelah sidang pendahuluan dimulai.
“Oleh karena itu saudara dipersilahkan menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat Senin 28 Oktober pukul 10.00 WIB,” tutup Enny.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten