MK Gelar Sidang Terakhir Gugatan Sistem Pemilu 23 Mei Sebelum Putusan

16 Mei 2023 18:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi telah menggelar sidang sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Senin (15/5).
ADVERTISEMENT
Agenda sidang hari itu adalah mendengarkan keterangan ahli pihak terkait Derek Loupatty. Ada tiga ahli dihadirkan yakni Khairul Fahmi, Titi Anggraeni dan Zaenal Afirin Mochthar.
Setelah hakim MK mendengar keterangan dari para ahli, sidang ditutup pukul 13.35 WIB.
Ketua MK Anwar Usman mengatakan, sidang gugatan sistem pemilu akan ditunda hingga 23 Mei 2023. Kemungkinan sidang itu akan menjadi sidang sebelum hakim MK akan mengambil keputusan.
"Ya. Kalau begitu, masih ada sidang lagi, ya, mudah-mudahan ini sidang terakhir nanti, tanggal 23 Mei 2023, hari Selasa, pukul 11.00 WIB," kata Anwar Usman.
"Dengan agenda mendengar ahli satu orang dari Partai Garuda dan satu orang lagi dari Partai NasDem atas nama Pak Hermawi Taslim dan Pak Wibi Andrino," jelas Anwar.
ADVERTISEMENT
Dalam awal sidang, Anwar Usman sempat menyinggung kapan MK akan memutus perkara ini.
"Perlu disampaikan lagi, bahwa cepat atau lambatnya persidangan perkara ini, tidak melulu bergantung pada MK," kata Anwar.
"Ini sudah pernah disampaikan pada persidangan sebelumya. Jadi bergantung pada pihak yang untuk hari ini ada 3 ahli. Saya tidak tahu sampai jam berapa kemudian masih ada pihak terkait yang akan mengajukan ahli, yaitu dari Partai Garuda dan NasDem," tambah dia.
Oleh sebab itu, Hakim Anwar Usman meminta agar hal ini dimaklumi. Namun, ia mengatakan ini akan menjadi persidangan terkahir sebelum perkara diputus oleh MK.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto

Diajukan Kader PDIP cs

Perkara pengujian UU Pemilu ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
ADVERTISEMENT
Para pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Mengutip situs MK, pemohon menilai bahwa pasal-pasal tersebut telah menimbulkan individualisme para politisi, yang berakibat pada konflik internal dan kanibalisme di internal partai politik yang bersangkutan.
Sebab, proporsional terbuka ini dinilai melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas dengan menempatkan kemenangan individual total dalam pemilu. Mestinya kompetisi terjadi antarpartai politik di area pemilu. Sebab, peserta pemilu adalah partai politik bukan individu seperti yang termaktub dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Para pemohon dirugikan karena pasal-pasal tersebut mengatur sistem penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak karena telah menjadikan pemilu menjadi berbiaya sangat mahal dan melahirkan masalah yang multikompleks.
Sistem proporsional terbuka dinilai pemohon menciptakan model kompetisi antarcaleg dalam pemilu yang tidak sehat karena mendorong caleg melakukan kecurangan termasuk dengan pemberian uang pada panitia penyelenggara pemilihan, sehingga apabila pasal-pasal tersebut dibatalkan akan mereduksi praktik politik uang dan membuat pemilu lebih bersih, jujur, dan adil.
Di samping itu, sistem pemilu proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak ini juga berbiaya tinggi sehingga memakan biaya yang mahal dari APBN, misalnya membiayai percetakan surat suara untuk pemilu anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
Para pemohon dalam petitumnya meminta agar MK menyatakan frasa “terbuka” pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.