MK Kabulkan Gugatan Bima Arya Dkk, Kini Bisa Menjabat Penuh 5 Tahun hingga 2024

21 Desember 2023 17:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Permohonan tujuh kepala daerah, termasuk Wali Kota Bogor Bima Arya dkk, dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Kini mereka bisa menjabat sebagai kepala daerah secara penuh 5 tahun masa jabatan.
ADVERTISEMENT
Mereka yang menggugat ke MK adalah:
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim dan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Foto: Pemkot Bogor
"Amar putusan, mengadili dalam pokok permohonan mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Kamis (21/12).
Ketujuh kepala daerah tersebut menggugat Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada. Ketentuan yang dimaksud ialah Pasal 201 ayat (5), yakni:
'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.'
ADVERTISEMENT
Ketentuan itu membuat jabatan Bima Arya dkk tidak penuh 5 tahun. Sebab, meskipun mereka terpilih berdasarkan Pilkada pada 2018, akan tetapi mereka baru dilantik pada 2019. Sementara dalam UU, menyebutkan bahwa kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018, hanya menjabat sampai 2023.
Hal ini yang kemudian digugat para pemohon. Mereka menunjuk VISI LAW sebagai kuasa hukum dalam permohonan tersebut. Mereka yang menjadi advokat termasuk Febri Diansyah, Rasamala Aritonang, hingga Donal Fariz.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga, diubah frasanya menjadi:
"Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakan pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024."
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Bima Arya dkk ini bisa memimpin di daerahnya masing-masing hingga masa jabatan mereka selesai, asalkan sebelum satu bulan sebelum pemilukada serentak yang digelar pada November 2024.
Berikut daftar masa jabatan ketujuh orang tersebut:
Murad Ismail
Emil Dardak
Bima Arya
Dedie A. Rachim
Marten A. Taha
Hendri Septa
Khairul
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra memimpin sidang Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Pertimbangan MK

Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai ada perlakuan berbeda jika semua pimpinan kepala daerah mengakhiri jabatan pada akhir 2023. Sebab, ada kepala daerah yang dipilih pada 2018 tetapi baru dilantik pada 2019, sehingga tidak genap memimpin selama 5 tahun, sebagaimana diatur dalam undang-undang.
ADVERTISEMENT
"Apabila mengikuti ketentuan norma pasal 201 ayat (5) UU 10/2015 kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilantik pada 2019 akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sehingga para pemohon akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk menjabat sebagai kepala daerah selama 5 tahun sebagaimana diatur dalam pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016," kata Hakim konstitusi Saldi Isra.
Dalam pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 UU 10/2016, disebutkan bahwa kepala daerah mulai terhitung menjabat saat dilantik, bukan dinyatakan menang dalam pemilu.
Dalam hal ini, ada dua kelompok kepala daerah yang saat ini memimpin. Pertama, mereka yang dipilih dan dilantik pada 2018. Kedua dipilih pada 2018 dan dilantik pada 2019. Kelompok kedua ini, dinilai oleh MK seakan dipaksa untuk ikut menyesuaikan masa jabatan dengan mereka yang dilantik pada 2018.
ADVERTISEMENT
"Akibatnya kepala daerah/wakil kepala darah yang baru dilantik pada 2019 seperti dipaksa mengikuti masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilantik pada 2018," kata Saldi.
Terlebih, penundaan pelantikan mereka ini menjadi 2019 bukan dikarenakan peristiwa yang dinilai MK tergolong dalam 'peristiwa konkret'. Sehingga, mereka ini dinilai dirugikan secara konstitusional.