MK Tegaskan PK Kasus Perdata Hanya Sekali: Jangan Lagi Jadi Persoalan Berlarut

26 Oktober 2020 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan seorang warga negara bernama Punto Wibisono dalam perkara nomor 71/PUU-XVIII/2020.
ADVERTISEMENT
MK menolak permohonan Punto yang meminta sidang banding di Pengadilan Tinggi, serta kasasi dan PK di Mahkamah Agung (MA), dilakukan secara terbuka dengan dihadiri para pihak yang berperkara seperti di Pengadilan Negeri.
Selain itu, MK juga menolak permintaan Punto agar upaya Peninjauan Kembali di kasus perdata bisa dilakukan lebih dari sekali.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan di ruang sidang, Jakarta, Senin (26/10).
Ketua Majelis Hakim Panel Mahkamah Konstitusi Aswanto (tengah) memimpin sidang perdana pengujian Perppu Penanganan COVID-19 di Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Upaya PK Kasus Perdata Hanya Sekali

Mengenai permintaan agar PK bisa lebih sekali, Punto mempersoalkan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman (KK) dan Pasal 66 ayat (1) UU MA.
Pasal 24 ayat (2) UU KK berbunyi 'terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali'.
ADVERTISEMENT
Sementara Pasal 66 ayat (1) UU MA berbunyi 'permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali'.
Punto menilai keberadaan pasal tersebut membuatnya kehilangan hak milik atas tanah karena kalah oleh putusan pengadilan dalam perkara perdata di PN Tangerang hingga PK MA Nomor 591 PK/PDT/2012.
Punto menganggap rangkaian putusan tersebut ternyata keliru setelah muncul putusan Nomor 998/Pid.B/2014/PN.TNG tanggal 8 September 2014.
Mahkamah Agung (MA) Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Meski demikian, MK tak sepakat dengan argumen Punto. Hakim MK, Daniel Yusmic, menyatakan mahkamah telah berulang kali memberikan penegasan melalui pertimbangan hukum terkait norma PK kasus perdata dalam putusan nomor 108/PUU-XIV/2016, nomor 1/PUUXV/2017 dan nomor 62/PUU-XVI/2018.
Daniel menyatakan upaya PK, selain kasus pidana, hanya boleh sekali. Jika PK perkara selain pidana boleh lebih dari sekali, kata Daniel, justru menjauhkan dari asas keadilan dan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT
"Melalui putusan ini Mahkamah menegaskan kembali, masalah konstitusionalitas norma Pasal 66 ayat (1) UU Mahkamah Agung dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan kehakiman berkaitan dengan peninjauan kembali dalam perkara perdata dianggap selesai dan tidak lagi menjadi persoalan yang berlarut-larut," ucap Daniel saat membaca pertimbangan putusan.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sidang Banding, Kasasi, dan PK Tak Harus Terbuka

Sementara itu mengenai permintaan agar sidang banding, kasasi, dan PK terbuka seperti tingkat pertama, MK menyatakan hal tersebut tidak tepat. MK menilai permintaan itu justru mengingkari asas peradilan yang cepat dan berbiaya ringan.
Dalam sidang banding, MK menyatakan esensi mendasar adalah memeriksa ulang perkara yang diputus peradilan tingkat pertama dengan memeriksa fakta-fakta dan aspek hukumnya.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian oleh karena pada dasarnya hanya melakukan pemeriksaan ulang maka sepanjang pemeriksaan fakta-fakta dan aspek hukumnya dengan memeriksa surat-surat dipandang telah cukup untuk diambil putusan, sehingga tidak ada relevansinya lagi untuk melakukan pemeriksaan perkara dengan mendengar para pihak dan saksi-saksi," ucap Daniel.
Sementara itu terhadap sidang kasasi dan PK, MK berpendapat secara terminologi MA diberi kewenangan memeriksa penerapan hukum (judex juris), bukan memeriksa fakta-fakta (judex factie) seperti peradilan tingkat pertama dan banding.
"Dengan demikian menjadi kehilangan relevansi dan esensi, apabila pemohon menghendaki persidangan pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali harus atau setidak-tidaknya dilakukan dengan cara memanggil para pihak dengan mengulang kembali menggali fakta-fakta hukum, sebagaimana yang telah dilakukan oleh peradilan tingkat pertama dan peradilan tingkat banding. Praktik tersebut akan mengingkari asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah," jelas Daniel.
ADVERTISEMENT