MK Tolak Gugatan Pembentukan Partai Lokal di Papua

26 Oktober 2020 12:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pembentukan partai politik lokal di Papua. Hal itu ditegaskan dalam putusan perkara nomor 41/PUU-XVII/2019. Gugatan itu diajukan Ketua Umum Partai Papua Bersatu (PPB), Krisman Dedi Awi Fonataba dan Sekjen PPB, Darius Nawipa.
ADVERTISEMENT
MK menyatakan Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Otonomi Khusus Papua yang menjadi objek gugatan sudah konstitusional. Berikut bunyi pasal tersebut:
(1) Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik.
(2) Tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan di ruang sidang, Jakarta, Senin (26/10).
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Krisman dan Darius dalam permohonannya meminta MK menyatakan frasa 'partai politik' di Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Otsus Papua dimaknai 'partai politik lokal'.
Keduanya menilai tak diberikannya kesempatan kepada orang asli Papua untuk membentuk partai politik lokal telah menimbulkan diskriminasi. Mereka membandingkan dengan Aceh yang diberikan wewenang membentuk partai politik lokal.
ADVERTISEMENT
Namun MK menegaskan, sifat kekhususan yang diberikan kepada Papua dan Aceh bukan berarti jenis serta ruang lingkup kekhususan yang diberikan harus sama. Sebab harus dipertimbangkan latar belakang dan kebutuhannya.
Hakim MK, Saldi Isra, menyatakan Papua telah diberikan kekhususan dan kewenangan tertentu untuk melindungi hak-hak orang asli Papua. Seperti pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP), perekrutan anggota DPRD yang sebagian diangkat dan sebagian dipilih, dan syarat calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus orang asli Papua.
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Selain itu, kata Saldi, Pasal 28 UU Otsus Papua telah menyatakan rekrutmen anggota parpol di Papua harus memprioritaskan orang asli Papua dan wajib meminta pertimbangan MRP.
"Berbeda dengan Aceh, meski diberi kekhususan dalam pembentukan parpol lokal, tapi dalam seleksi dan rekrutmen dilakukan mandiri oleh parpol," ucap Saldi saat membaca pertimbangan putusan MK.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian pasal a quo tidak bisa dikatakan diskriminatif dengan kekhususan dalam hal rekrutmen oleh parpol nasional yang memprioritaskan orang asli Papua dan meminta pertimbangan MRP, dan menempatkan orang asli Papua sebagai subjek utama," lanjut Saldi.
Sehingga MK berpendapat, adanya ketentuan agar rekrutmen memprioritaskan orang asli Papua dan meminta pertimbangan MRP dalam rekrutmen politik oleh parpol nasional, lebih memberi jaminan pengembangan SDM di bidang politik bagi orang asli Papua.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra memimpin sidang Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Melalui parpol nasional, keterlibatan orang asli Papua di tingkat politik nasional lebih terjamin karena kaderisasi tidak terbatas di tingkat lokal, dan karier politik memungkinkan sampai nasional. Sehingga aspirasi dan kepentingan terkait Papua lebih mudah tersalurkan," ucap Saldi.
Walau demikian, MK menyatakan apabila pembentuk UU (pemerintah dan DPR) menilai sifat kekhususan termasuk dalam hal pembentukan partai politik lokal, dapat dilakukan revisi UU Otsus Papua.
ADVERTISEMENT
"Jika pembentukan parpol lokal akan dijadikan sebagai bagian kekhususan Papua, pembentuk UU dapat melakukan dengan revisi UU Otsus sepanjang penentuannya diberikan sesuai latar belakang dan kebutuhan nyata Papua, dan dalam menjaga keutuhan NKRI," tutup hakim Arief Hidayat.