Moeldoko soal Polemik TWK: Bangsa Ini Kadang-kadang Kehilangan Akal Sehat

26 Mei 2021 14:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta polemik soal Tes Wawasan Kebangsaan untuk diakhiri. Menurut dia, seharusnya semua pihak fokus memperkuat KPK.
ADVERTISEMENT
Polemik ini terkait dengan 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Mereka pun bahkan sudah dibebastugaskan Firli Bahuri.
Perkembangan terakhir, 51 pegawai disebut sudah tidak bisa lagi dibina dan tak dapat bergabung lagi di KPK. Sementara 24 pegawai lainnya dianggap masih bisa dibina meski tetap tak ada jaminan pasti menjadi ASN.
Moeldoko heran adanya 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK itu kemudian diributkan. Sebab menurut dia, di BPIP pun pernah ada pegawai yang tak lulus TWK tapi tidak diributkan. Meski demikian, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Menurut dia, polemik TWK seharusnya dilihat sebagai bentuk dari penguatan wawasan kebangsaan setiap pegawai pemerintahan.
"Persoalan wawasan kebangsaan itu bisa naik turun. Karena memang juga ancamannya semakin keras. Untuk itu, penguatan sungguh sangat diperlukan," kata Moeldoko dalam pernyataannya di video yang diterima kumparan, Rabu (26/5).
ADVERTISEMENT
Moeldoko menyebut bahwa alih status pegawai KPK menjadi ASN merupakan keinginan Presiden Jokowi agar lembaga antirasuah itu memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
"Kenapa kita mesti bertele-tele mendiskusikan sesuatu yang baik untuk kepentingan masa depan Indonesia. Bangsa ini sungguh kadang-kadang kehilangan akal sehat," ujar Moeldoko.
"Saya ingin juga menyampaikan bahwa sebaiknya kita sudahi lah energi negatif dan praduga yang tidak konstruktif terhadap KPK ini. Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk menyikapi situasi ini," imbuh dia.
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mantan Panglima TNI ini menyebut bahwa sudah saatnya KPK fokus dalam menjalankan tugas dalam memberantas korupsi.
"Kita beri kepercayaan penuh kepada KPK untuk membenahi dan memperkuat diri. Bekerja untuk menindak koruptor secara tidak pandang bulu. Itu penting," ujar Moeldoko.
ADVERTISEMENT
"Begitu juga dengan pencegahan. Pencegahan korupsi kita punya instrumennya, strategi pencegahan korupsi. Maka sekali lagi semuanya, ya, saatnya KPK kembali berkonsentrasi pada tugas pokok dan fungsinya, dan kita dukung sepenuhnya. Masyarakat dukung sepenuhnya," pungkas dia.

Polemik TWK Pegawai KPK

Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Sebagaimana diketahui, ada 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Mereka terdiri dari deputi, direktur, hingga sejumlah penyidik yang memegang perkara besar. Termasuk di antaranya ialah Novel Baswedan, Giri Suprapdiono, Yudi Purnomo, hingga Sujanarko.
TWK pun menjadi sorotan. Salah satunya ialah soal dasar aturan TWK. Sebab, UU KPK hasil revisi dan PP yang menjadi turunannya tidak mensyaratkan soal TWK.
TWK hanya termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 yang diteken Firli Bahuri. Firli Bahuri itu pula yang kemudian diduga memasukkan TWK di menit-menit akhir penyusunan sebelum Peraturan KPK diundangkan. Hal itu menjadi bagian pelaporan 75 pegawai ke Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pertanyaan-pertanyaan di dalam TWK itu bermasalah. Sebab, bukannya terkait tugas pemberantasan korupsi, malah menyasar ranah pribadi. Seperti doa qunut, sudah menikah apa belum, hingga pertanyaan soal kesediaan melepas jilbab.
TWK digelar KPK dengan bekerja sama dengan BKN. Dalam praktiknya BKN turut menggandeng pihak lain seperti BIN, BNPT, hingga TNI AD. Namun tak ada yang mengakui siapa pembuat materi pertanyaan. BKN hanya mengakui bahwa tes terhadap pegawai KPK ini berbeda dengan CPNS.
Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers penahanan Wali Kota Tanjung Balai H.M Syahrial oleh KPK, Sabtu (24/4). Foto: Humas KPK
Meski sejak awal pimpinan KPK berdalih tak akan memberhentikan para pegawai itu, tapi arah kebijakan menunjukkan sebaliknya. Para 75 pegawai itu sudah dibebastugaskan tanpa kejelasan waktu oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Hal ini pun yang kemudian dipermasalahkan oleh 75 pegawai KPK. Mereka kemudian melapor ke Dewas KPK, Ombudsman, hingga Komnas HAM.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi pun turun tangan dengan mengatakan bahwa TWK hendaknya tak jadi dasar memberhentikan 75 pegawai itu. Ia pun meminta KPK, BKN, dan lembaga serta kementerian terkait untuk mencari jalan keluar.
Namun, hasil rapat menyatakan 51 pegawai sudah tidak bisa bergabung di KPK per 1 November 2021.