Moncef Slaoui, Ilmuwan Muslim yang Dipercaya Trump Temukan Vaksin Corona

21 Mei 2020 16:03 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan eksekutif farmasi GlaxoSmithKline Moncef Slaoui (tengah) berbicara dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih, Washington, AS. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
zoom-in-whitePerbesar
Mantan eksekutif farmasi GlaxoSmithKline Moncef Slaoui (tengah) berbicara dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih, Washington, AS. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
ADVERTISEMENT
Dunia kini tengah berlomba-lomba menemukan vaksin virus corona, tak terkecuali Amerika Serikat. Presiden Donald Trump bahkan telah membentuk program ‘Operation Warp Speed’ (OWS) guna mencari vaksin untuk penyakit COVID-19.
ADVERTISEMENT
Pada awal pekan ini, Trump menunjuk Dr. Moncef Mohamed Slaoui sebagai kepala OWS. Ilmuwan Muslim kelahiran Maroko ini punya tugas berat untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin corona yang siap digunakan pada akhir tahun ini.
Bagi Trump, Slaoui merupakan sosok yang sangat dihormati di dunia. Pengalamannya dengan menemukan 14 vaksin baru sudah cukup baginya memberikan amanah kepada pria yang mulai mempelajari dunia medis sejak usia 17 tahun di Prancis ini.
Slaoui optimistis bisa menemukan vaksin COVID-19 paling lambat pada akhir tahun ini.
“Saya yakin tim ini sangat kredibel. Saya juga sangat yakin mereka begitu tertantang menemukan vaksinnya,” ujar Slaoui seperti dikutip Arab News.
Lantas, siapakah Slaoui?
Pria 60 tahun ini mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang biologi molekuler dan immunology dari Universitas Brussels, Belgia. Dia kemudian menyelesaikan S3 kedokteran di Harvard Medical School dan Tufts University School of Medicine, Boston.
ADVERTISEMENT
Slaoui sempat bekerja selama 30 tahun di perusahaan obat besar dunia, GlaxoSmithKline, dengan jabatan tertingginya sebagai kepala departemen vaksin.
Beberapa vaksin yang dihasilkan Slaoui adalah Rotarix (mencegah gangguan pencernaan pada bayi), Synflorix (penyakit pneumococcal), dan Cervarix (kanker serviks). Sementara, pada 2015, dia mendapat persetujuan Eropa untuk vaksin malaria pertama di dunia yakni Mosquirix.
Ada cerita menarik di balik ketertarikan Slaoui menekuni dunia vaksin. Semua berawal dari saudara perempuannya yang meninggal dunia pada usia muda akibat petusis atau batuk 100 hari. Rasa kehilangan mendalam inilah yang akhirnya menjadi motivasi bagi Slaoui.
Mantan eksekutif farmasi GlaxoSmithKline Moncef Slaoui memakai masker setelah berbicara dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih, Washington, AS. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
Meski demikian, penunjukan Slaoui diwarnai pro dan kontra.
Direktur kesehatan untuk penelitian onkologi di Baptist Health System, Kentucky, Firas Badin, menilai penunjukan Slaoui untuk mengepalai OWS merupakan keputusan yang tepat karena pengalaman yang dimilikinya dalam dunia vaksin.
ADVERTISEMENT
“Dia juga merefleksikan bagaimana keturunan Amerika-Arab memberikan kontribusi bagi negara ini. Dr. Slaoui merupakan contoh dari kerja keras ini,” ujar Badin.
Sementara, nada sumbang akan penunjukan Slaoui datang dari politikus Partai Demokrat, Elizabeth Warren. Menurutnya, Slaoui dan rekan-rekannya hanya mencari keuntungan dari program tersebut.
Mantan eksekutif farmasi GlaxoSmithKline Moncef Slaoui (kanan) memakai masker setelah berbicara dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih, Washington, AS. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
Penunjukan Dr. Slaoui penuh konflik kepentingan dan harus segera dicopot,” ujar Warren.
Hingga kini, AS masih menjadi negara paling parah terdampak virus corona dengan lebih dari 1,5 juta kasus positif dengan sekitar 93 ribu korban jiwa.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.