MPR Bentuk Panitia Ad Hoc Kaji PPHN Lewat Konvensi Ketatanegaraan

25 Juli 2022 15:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pimpinan MPR menggelar rapat gabungan tindak lanjut dengan DPD dan Badan Pengkajian untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 melalui konvensi ketatanegaraan, bukan melalui amandemen. Dalam rapat ini, telah disetujui pembentukan panitia ad hoc yang akan khusus mengkaji pengadaan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan.
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan, panitia ad hoc terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 anggota fraksi dan kelompok DPD.
"Tadi laporan Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan yang terdiri dari 9 fraksi plus perwakilan kelompok DPD. Selanjutnya adalah pembentukan panitia ad hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD," kata Bamsoet usai rapat di Kompleks DPR Senayan, Senin (25/7).
Bamsoet menerangkan, Badan Pengkajian MPR telah melaporkan substansi PPHN. Ini adalah tindak lanjut rekomendasi MPR periode lalu kepada periode saat ini.
Ia mengatakan mengingat pentingnya PPHN, Badan Pengkajian lalu menemukan terobosan baru untuk menghadirkan PPHN tanpa amendemen. Sebab, situasi politik hari ini tidak memungkinkan amandemen UUD 1945 karena dinamika politik yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
"Maka terobosan itu adalah dengan berpijak pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 di tatib ayat 2, khususnya bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar," ujar dia.
"Amendemen karena tensi politik dan dinamika cukup tinggi, maka kita cari terobosan baru. Dan kita berpijak dengan pijakan Pasal 100 tatib kita bisa lakukan konvensi ketatanegaraan," imbuh dia.
Sementara itu, Bamsoet mengatakan pengambilan keputusan terkait persetujuan pembentukan panitia ad hoc akan dilakukan rapat sidang paripurna awal September mendatang. Sebab, tak mungkin apabila hal ini dimasukkan dalam agenda sidang tahunan MPR, DPR, dan DPD pada 16 Agustus mendatang.
"Tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan 16 Agustus, maka kita buat sendiri, karena ada pandangan fraksi dan seterusnya. Maka dilakukan antara 5 atau 7 September mendatang untuk pengambilan keputusan pembentukan panitia ad hoc sebagai alat kelengkapan MPR mencari bentuk hukum [pengadaan PPHN]," terangnya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Senayan, Senin (16/8/2021). Foto: Dok. Istimewa
"Yang akan kita putuskan nanti dalam sidang paripurna berikutnya apakah bentuknya adalah UU atau kita melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa lebih mengikat dan lebih tinggi kedudukannya. Karena kita juga sepakat konvensi melibatkan seluruh lembaga tinggi negara termasuk lembaga kepresidenan, plus unsur parpol dan kelompok DPD," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Bamsoet mengakui bahwa konvensi ketatanegaraan tak sepenuhnya menutup celah amandemen UUD 1945. Namun, ia menekankan untuk saat ini fokus MPR yakni mengadakan PPHN, bukan amandemen. Adapun PPHN tak harus melalui amandemen.
"Ya, kita masih punya waktu emas, golden time di mana kita kalau mau melakukan perubahan atau amendemen yang kelima itu di periode Februari sampai Oktober. Tapi itu cukup sempit karena UU mengatakan, konstitusi mengatakan perubahan UUD maksimum dilakukan 6 bulan sebelumnya. Kita punya waktu 8 bulan, semua berpeluang kepada stakeholder yang ada, itu pertimbangan parpol dan DPD," ujarnya.
"Secara semangat kita sepakat pentingnya PPHN bagi negara ini. Karena selama ini kita hanya mengandalkan visi misi presiden, yang dilakukan visi misi presiden terpilih dan kita tinggal meningkatkan derajat visi misi presiden, visi misi gubernur, bupati, wali kota kepada visi misi negara," tandas dia.
ADVERTISEMENT