Muhadjir: Saya Yakin Dalam Waktu Dekat Permendikbud 30 Dikoreksi

19 November 2021 16:13 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko PMK Muhadjir Effendy. Foto: Humas Kemenko PMK
zoom-in-whitePerbesar
Menko PMK Muhadjir Effendy. Foto: Humas Kemenko PMK
ADVERTISEMENT
Menko PMK Muhadjir Effendy meyakini Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS) agar segera dikoreksi. Terutama frasa 'Tanpa Persetujuan Korban' yang dinilai menimbulkan ambiguitas.
ADVERTISEMENT
Menurut Muhadjir, koreksi dibutuhkan untuk membenahi sejumlah frasa ambigu dan telah memicu silang pendapat di tengah masyarakat.
"Memang sekarang masih dalam keadaan ada perbedaan di masyarakat karena di situ ada frasa yang ambiguitas, masih mengganda arti. Dan saya yakin dalam waktu yang tidak lama akan segera dikoreksi dan ada pembenahan," ujar Muhadjir kepada wartawan di Pasar Kenari, Jakarta, Kamis (18/11) kemarin.
Meski belum sempurna secara keseluruhan, Muhadjir menilai Permendikbud 30 secara substantif harus didukung. Ia merasa aturan tersebut penting untuk mencegah dan memberikan pembelaan terutama bagi korban kekerasan seksual.
"Secara substantif itu kita harus dukung ya karena itu kan upaya untuk mencegah dan melindungi dan memberikan pembelaan kepada mereka yang jadi korban daripada kekerasan seksual," ucap Muhadjir.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, Muhadjir mengingatkan agar polemik yang terjadi jangan sampai mengesampingkan tujuan dari dibuatnya aturan tersebut. Baginya, kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus dan lembaga pendidikan sudah sepatutnya ditangani secara serius oleh pemerintah, salah satunya lewat Permendikbud 30 tersebut.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy kepada Mendikbud Nadiem Makarim di Graha Utama, kantor Kemendikbud. Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Tapi jangan sampai kontroversi ini menghilangkan tujuan mulia. Tujuan utama dari peraturan mendikbudristek itu sendiri yaitu memang bahwa kekerasan seksual di kampus bahkan di lembaga pendidikan yang lain itu memang suatu kenyataan. Realita yang betul-betul harus ditangani secara serius baik pencegahan maupun penindakannya," ungkap Muhadjir.
"Tetapi tentu saja kita harus tetap menjaga nilai-nilai baik itu nilai keagamaan, nilai sosial yang hidup di masyarakat, hingga jangan sampai terjadi pemahaman yang mengganda," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Sehingga, ia berharap dalam waktu yang tidak lama lagi akan ada upaya perbaikan dari Kemendikbudristek terkait isi aturan yang dinilai ambigu.
"Saya berharap nanti harus ada penyempurnaan (Permendikbud 30)," tutup dia.
Permendikbud 30 memicu kritik luas dari sejumlah pihak termasuk ormas Islam karena mendefinisikan kekerasan seksual sebagai praktik seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban. Sebab, poin tersebut dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.
Salah satu rumusan norma kekerasan seksual yang yang menjadi polemik di antaranya ada dalam Pasal 5. Aturan pada pasal itu dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan'
ADVERTISEMENT
Frasa 'tanpa persetujuan korban' ini menuai protes lantaran frasa tersebut bisa ditafsirkan melegalkan zina, seks bebas atau tindakan pornografi jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.