news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Muhadjir Sebut COVID-19 Membuat Perawatan Penderita TBC dan HIV Kurang Terurus

15 September 2021 10:39 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko PMK Muhadjir Effendy. Foto: Dok. humas Kemenko PMK
zoom-in-whitePerbesar
Menko PMK Muhadjir Effendy. Foto: Dok. humas Kemenko PMK
ADVERTISEMENT
Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan pandemi COVID-19 menyebabkan penanganan kesehatan untuk penyakit lain menjadi terganggu. Sebab, selama pandemi, seluruh penanganan kesehatan dialihkan kepada pasien corona.
ADVERTISEMENT
Muhadjir menyebut kondisi itu berdampak pada tak terurusnya pasien penderita penyakit lain. Akibatnya, banyak dari mereka yang kondisinya memburuk akibat tak kunjung mendapatkan penanganan, contohnya penderita tuberkulosis (TBC).
Hal itu disampaikan Muhadjir dalam Webinar 83 Tahun Sinar Mas bertajuk "Indonesia Sehat, Ekonomi Bangkit" yang disiarkan di kanal YouTube Sinar Mas pada Selasa (14/9).
"Akibatnya banyak sekali (pasien) TB (Tuberkulosis) yang terbengkalai, baik yang sudah diobati maupun yang sedang diobati. Banyak orang-orang TB yang terpaksa menjadi resisten obat karena enggak terurus dengan baik," ujar Muhadjir, dikutip Rabu (15/9).
Obat terbaru TBC yang diyakini lebih ampuh. Foto: Obat terbaru TBC yang diyakini lebih ampuh.
Ia kemudian membeberkan persoalan yang terjadi mengapa penanganan penderita TBC jadi kurang diperhatikan. Sebab, mesin tes cepat molekuler yang biasa dipakai untuk mendeteksi TBC kini dipakai untuk deteksi COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Misalnya contoh kasus sebelum banyak tes fasilitas tes COVID-19 ini ada, yaitu terutama PCR test, bisa diadakan di beberapa daerah. Itu kita memakai fasilitas yang selama ini digunakan untuk mengetes penyakit TB, yaitu TCM (Tes Cepat Molekuler). TCM di daerah itu disulap, diganti cartridge-nya untuk mengetes COVID," jelas Muhadjir.
Akibatnya, banyak pasien TBC yang menjadi resisten obat lantaran tidak terurus dengan baik.
"Padahal kalau sudah resisten obat itu, orang TB itu kalau obatnya cukup sekitar paling mahal itu Rp 5 juta, itu bisa sampai ratusan juta kalau sudah resisten obat. Dan waktunya jauh lebih panjang bisa sampai 6 bulan bahkan bisa sampai 1 tahun pengobatan," ungkap Muhadjir.
ADVERTISEMENT

Juga Berdampak ke Penanganan Pasien HIV

ilustrasi obat antivirus HIV. Foto: Thinkstock
Tidak hanya berdampak pada penanganan penderita TBC, COVID-19 menurutnya juga membuat penanganan bagi penderita HIV mengendur. Dia menyebut obat yang biasanya dimanfaatkan untuk perawatan penderita HIV justru dialihkan bagi pasien COVID-19.
"Tapi gara-gara COVID obat-obat itu buat difokuskan untuk menangani mereka yang kena COVID. Akibatnya yang menderita HIV telantar. Angka kematian HIV menjadi sangat tinggi karena kelangkaan obat dan obatnya dipakai untuk COVID-19. Ini luar biasa," jelas Muhadjir.
Namun sayangnya, kondisi teralihkannya penanganan penyakit lain karena fokus pada COVID-19 kurang diketahui masyarakat. Padahal, penanganan penyakit-penyakit di atas tetap harus jadi prioritas, mengingat tingkat kematiannya pun tinggi.
ADVERTISEMENT
"Prevalensi kematian TB di Indonesia itu lebih tinggi dibanding COVID. Tapi itu tak pernah dianggap berarti. Justru angka kematian COVID yang diekspos besar-besaran. Angka kematian TB tidak pernah disebut seolah nyawa penderita TB itu lebih murah dari nyawa penderita COVID," tutup Muhadjir.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: