MUI: Golput Haram, Jangan Sampai Pemimpin Zalim yang Terpilih

13 Februari 2024 11:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MUI mengimbau masyarakat agar menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024. Golput adalah haram karena jangan sampai pemimpin zalim yang menjadi pemenang.
ADVERTISEMENT
"Golput dalam arti tidak mau berpartisipasi menggunakan hak pilih, kemudian terpilih pemimpin yang zalim dan tidak kompeten, maka tindakan itu haram dan berdosa," jelas Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. Asrorun Niam Sholeh, Selasa (13/2).
Guru Besar bidang Ilmu Fikih ini mengatakan, dalam sistem politik di Indonesia, setiap warga negara diberi hak untuk memilih. Hak tersebut harus digunakan secara baik dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kepemimpinan publik yang baik.
“Karenanya, memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mampu mengurusi urusan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan hukumnya wajib," beber dia.
MUI mengimbau masyarakat dalam mencoblos di pemilu memilih sesuai nurani. Masyarakat harus menolak uang dari serangan fajar karena haram. Uangnya tak berkah.
ADVERTISEMENT
Niam juga menyampaikan, memilih pemimpin harus didasarkan pada pertimbangan kompetensi mengemban amanah kepemimpinan guna mwujudkan kemaslahatan.
Suasana saat pasangan Capres dan Cawapres berjabat tangan di Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih, meminta pertolongan Allah SWT agar diberi pemimpin yang shidiq atau jujur, yang amanah atau dapat dipercaya, yang tabligh atau punya kemampuan ekskusi, serta yang fathanah atau punya kompetensi," beber Niam.
Terima Suap dari Serangan Fajar untuk Memilih Hukumnya Haram
Niam juga menegaskan, jangan masyarakat memilih calon karena suap atau sogokan yang kerap disebut serangan fajar.
"Tidak boleh memilih karena sebab sogokan atau pemberian harta semata. Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal dengan serangan fajar, hukumnya haram. Menerima sogokan politik yang kemudian mendorong orang untuk memilih orang yang tidak kompeten hukumnya haram," ungkap Alumni PPSA Lemhannas RI mengingatkan.
ADVERTISEMENT
Ketua MUI termuda ini — Asrorun saat ini berusia 47 tahun — menjelaskan bahwa MUI telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan/atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik dalam forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Kalimantan Selatan pada 2018, yang isi lengkapnya sebagai berikut:
1. Suatu permintaan dan/atau pemberian imbalan dalam bentuk apapun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik, padahal diketahui hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, kekuasaan dan kewenanganya hukumnya haram, karena masuk kategori risywah (suap) atau pembuka jalan risywah.
2. Meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung dan/atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publik lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
ADVERTISEMENT
3. Memberi imbalan kepada seseorang yang akan mengusung sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala  pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publkc lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
4. Imbalan yang diberikan dalam proses pencalonan dan/atau pemilihan suatu jabatan tertentu tersebut dirampas dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum.