MUI Minta Umat Islam Kawal Omnibus Law: Banyak Kepentingan Pengusaha Besar

15 Februari 2020 5:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua DPR RI Puan Maharani dan menteri lainnya, menunjukkan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua DPR RI Puan Maharani dan menteri lainnya, menunjukkan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut menanggapi Draft RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang akan dibahas di DPR. MUI meminta umat Islam terus memantau dan mengawal pembahasan Omnibus Law di DPR karena dinilai banyak kepentingan dalam UU tersebut.
ADVERTISEMENT
"Omnibus Law itu harus dipantau oleh umat Islam, karena banyak kepentingan, pertama kepentingan para pengusaha besar ya," kata Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas saat dihubungi, Sabtu (15/2)
MUI tidak ingin ada peraturan yang menimbulkan polemik di masyarakat ketika Omnibus Law disahkan. Sehingga umat Islam diminta terus mengawal pembahasan RUU Omnibus Law.
"Oleh karena itu umat Islam harus memantau terus jangan sampai lewat Omnibus Law ini ada penunggang gelap, sehingga apa yang ingin menjadi keinginan sebagian besar rakyat, kalah oleh keinginan oleh segelintir orang itu para pemilik kapital," ucap Anwar.
Sekjen MUI Anwar Abbas. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara menanggapi salah satu aturan dalam RUU Omnibus Law yang tidak lagi menempatkan MUI sebagai lembaga tunggal penyedia sertifikasi halal. Ketentuan soal halal diatur dalam Pasal 49 RUU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Pasal ini berisi revisi atas beberapa pasal di RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Di antaranya, menghapus kewenangan tunggal MUI dalam menetapkan produk halal.
"Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal," angka 10, Pasal 49 RUU Cipta Kerja.
Anwar mengaku belum melihat draft tersebut. Ia juga mengatakan MUI masih berpegangan dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Belum tahu, kalau kita belum tahu drafnya seperti apa kan dibuat pemerintah kemudian diberikan ke DPR untuk dibahas, saya belum tahu konsep yang dibuat seperti apa," ujar Anwar.
"Saya binggung juga ini, kan sudah ada UU produk halal, bagaimana pula itu datang? Bagi saya selama belum ada UU yang baru, UU lama yang dipakai," jelas Anwar.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Anwar mengatakan sudah ada pembicaraan dengan BPJPH terkait sertifikasi produk halal. Namun ia belum mengetahui rencana sertifikasi produk halal ke depan jika RUU Omnibus Law telah disahkan.
"Saya enggak ngerti, sekarang yang jelas ada konsep di Omnibus Law tapi sudah sejauh mana saya belum tahu," tutur Anwar.
Sebelumnya pemerintah telah menyerahkan draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Dalam draf yang beredar sebelumnya, RUU ini menghapus jaminan produk halal.
Di draf resmi yang sudah diserahkan ke DPR, jaminan produk halal tetap ada. Namun, standarnya diturunkan dari semula harus berdasarkan fatwa MUI, kini bahkan bisa berdasarkan pernyataan pengusaha pemilik produk.
Format RUU Omnibus Law disusun berdasarkan revisi atas 79 UU yang sudah ada. Ada ketentuan UU yang dihapus, diedit, atau ditambahkan dari 79 UU itu di Omnibus Law Cipta Kerja.
Infografik Omnibus Law. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan
ADVERTISEMENT