MUI Prihatin Pemerintah dan DPR Tak Dengar Aspirasi Rakyat soal UU Cipta Kerja

9 Oktober 2020 6:16 WIB
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Aksi demo menolak Omnibus Law yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia pada Kamis (8/10), berakhir ricuh. Selain itu, sejumlah fasilitas umum dirusak dan dibakar oleh massa.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, massa juga terlibat bentrok dengan petugas kepolisian yang berjaga. Sehingga akhirnya terjadi penangkapan terhadap para massa.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut menanggapi aksi demo menolak Omnibus Law yang berakhir ricuh. Setidaknya, ada tujuh poin yang disampaikan MUI terkait aksi demo menolak Omnibus Law.
"Mencermati dan menyaksikan konstelasi politik, sosial dan ekonomi mutakhir serta suasana hati sanubari bangsa Indonesia terkait penetapan UU Cipta Kerja yang mendapatkan protes dan unjuk rasa serta penentangan dari berbagai elemen bangsa di seluruh Indonesia," tulis penyataan MUI yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum KH Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas.
"Maka dengan ini Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Taklimat," tambah pernyataan MUI.
ADVERTISEMENT
Berikut 7 Taklimat MUI terkait penetapan UU Cipta Kerja:
1. MUI sangat menyesalkan dan prihatin kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang tidak merespons dan mendengarkan permintaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dewan Pimpinan MUI serta Pimpinan Ormas-Ormas Islam dan segenap elemen bangsa yang menolak ditetapkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, padahal berbagai elemen bangsa tersebut telah mengirimkan pernyataan sikapnya bahkan telah bertemu dengan Pimpinan DPR RI dan anggota Panitia Kerja RUU Cipta Kerja.
2. MUI menolak UU Cipta Kerja yang lebih banyak menguntungkan para Pengusaha, Cukong, investor asing serta bertolak belakang dengan Pasal 33 ayat 3 UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
ADVERTISEMENT
3. MUI meminta kepada Aparat Keamanan Kepolisian untuk menjaga dan melindungi Hak Asasi Manusia para pengunjuk rasa, karena unjuk rasa dan menyampaikan pendapat di depan umum dilindungi oleh Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia serta MUI mengimbau kepada para pengunjuk rasa untuk tidak melakukan tindakan anarkis serta menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
4. MUI meminta kepada Presiden Jokowi untuk dapat mengendalikan suasana Keamanan dan Ketertiban Masyarakat saat ini dengan menghargai Hak Asasi Manusia Warga Negara dan jangan membiarkan aparat keamanan melakukan tindakan yang brutal dan tindakan yang tidak terkontrol dalam menangani unjuk rasa.
5. MUI mendorong dan mendukung setiap elemen masyarakat yang akan melakukan Revisi Undang-Undang (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi dan MUI mengingatkan kepada para Hakim Agung Mahkamah Konstitusi untuk tetap istikamah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah dan martabatnya sebagai hakim yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Mahkamah Ilahi di Yaumil Mahsyar.
ADVERTISEMENT
6. MUI mengharapkan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk lebih fokus dalam menangani wabah Covid-19 serta tidak membuat kebijakan-kebijakan yang kontroversial sehingga dapat menimbulkan kegaduhan secara nasional.
7. MUI mengharapkan kepada segenap elemen bangsa untuk senantiasa memperkokoh persatuan dan kesatuan serta merenda jalinan kehidupan harmoni, sehingga kita bersama-sama dapat mengawal dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga selama-lamanya.