MUI soal Fatwa Ijtima Ulama III: Bebas, tapi Tak Wajib Diikuti

2 Mei 2019 11:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis. Foto: Rafyq Alkandy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis. Foto: Rafyq Alkandy/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi lima keputusan Ulama Ijtima III. Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis tidak mempermasalahkan dengan proses dan hasil pertemuan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bukan (hanya) MUI, masyarakat juga bebas melaksanakan ijtima dan musyawarah, tapi kalau MUI biasanya ijtima itu urusan kebangsaan, hukum, keseharian, masalah hal keumatan,” ucap Cholil melalui keterangan tertulisnya, Kamis (2/5).
Ia menambahkan, MUI tak pernah menyelenggarakan acara yang mendiskusikan soal politik praktis. Sebab, Cholil menyebut sudah ada ranahnya, yakni soal keagamaan.
Lebih lanjut, Cholil menegaskan tidak ada kewajiban bagi masyarakat untuk mengikuti hasil Ijtima Ulama III. Tapi, tidak ada larangan bagi yang mau mengikutinya.
Meski begitu, ia menyebut, mengatakan Indonesia sudah menyepakati azas negara dan model tata negara.
“Makanya kalau minta fatwa politik praktis, apalagi berkenaan dengan keabsahan pemilu bukan kepada MUI tapi MK, juga bukan oleh Ijtima Ulama III,” tutup Cholil.
ADVERTISEMENT
Ijtima Ulama III yang diklaim melibatkan 1.000 ulama dan tokoh nasional selesai digelar pada Rabu (1/5) di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Pertemuan tersebut melahirkan lima keputusan terkait Pilpres 2019. Salah satu di antaranya adalah mendesak Bawaslu dan KPU untuk mendiskualifikasi paslon capres-cawapres 01.
"Bismillah, keputusan Ijtima Ulama dan tokoh nasional III tentang sikap dan rekomendasi terhadap kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses Pemilu 2019," kata pimpinan sidang ijtima ulama, Ustaz Yusuf Martak, di lokasi.