Mumtaz Rais dan Pimpinan KPK Cekcok, Begini Aturan Larangan Pakai HP di Pesawat

14 Agustus 2020 16:47 WIB
Ilustrasi kabin pesawat tanpa penumpang Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kabin pesawat tanpa penumpang Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Insiden cekcok terjadi di pesawat Garuda Indonesia GA 643 Rute Gorontalo-Makassar-Jakarta pada Rabu (12/8).
ADVERTISEMENT
Ketika itu, seorang penumpang kelas bisnis marah saat ditegur awak kabin dan penumpang lain karena asyik menelepon. Padahal pesawat sedang boarding di Bandara Jalaluddin, Gorontalo dan dalam kondisi mengisi bahan bakar (refueling) saat transit di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar.
Penumpang yang marah karena ditegur rupanya putra politikus senior Amien Rais, Mumtaz Rais. Sedangkan penumpang yang berdebat dengannya ialah Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango.
Saat itu, Mumtaz Rais pulang dari Musyawarah Wilayah (Muswil) PAN Gorontalo. Sementara Nawawi baru saja mengikuti rapat koordinasi dan supervisi KPK dengan kepala daerah se-Gorontalo.
Ahmad Mumtaz Rais (kanan). Foto: Instagram/@futrizulya
Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Nawawi mengadukan hal tersebut ke pos polisi atau Pospol dan persoalan tersebut kini menjadi polemik.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana sebenarnya aturan larangan penggunaan HP di pesawat?
Merujuk UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, larangan penggunaan ponsel saat berada dalam pesawat diatur di Pasal 54 huruf f, berikut bunyinya:
Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:
f. pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.
Bagi penumpang yang melanggar aturan tersebut, bisa dijerat pidana sesuai Pasal 412 ayat (5) yang berbunyi:
Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000.
Nawawi Pomolango pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 saat sesi foto dengan kumparan, Jakarta, Rabu (17/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sebelum adanya UU tersebut, larangan penggunaan HP di pesawat telah diatur dalam instruksi Direktur Keselamatan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara melaui surat Nomor AU/4357/DKP.0975/2003.
ADVERTISEMENT
Aturan itu dibuat berdasarkan studi larangan yang diterbitkan Badan Penerbangan Federal AS (FAA) pada 1991.
Kemudian pada tahun 2013, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menekankan larangan penggunaan ponsel di pesawat.
Kominfo menyatakan, HP, televisi, dan radio menurut FAA dikategorikan sebagai portable electronic devices (PED) yang berpotensi mengganggu peralatan komunikasi dan navigasi pesawat udara. Sebab peralatan-peralatan tersebut dirancang untuk mengirim dan menerima sinyal.
"Pada radio FM misalnya, oscilator frekuensi di dalam radio yang mendeteksi gelombang FM mengganggu secara langsung sinyal navigasi VHF pesawat udara," tulis pernyataan Kominfo.
Ilustrasi Maskapai Garuda Air. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Penggunaan HP di pesawat bisa mengganggu sistem komunikasi antara pilot di cockpit pesawat dengan menara bandara. Hal itu bisa berakibat pilot salah membaca panel instrumen.
ADVERTISEMENT
"Demikian pula ketika pesawat terbang masih berada pada fase kritis seperti saat menjelang take off dan landing, jaringan akan menciptakan tenaga yang yang dihasilkan oleh telepon seluler pada tingkat tertentu karena jarak masih memadai untuk tetap tersambung dengan jaringannya," jelas Kominfo.
"Mengingat fase kritis ini cukup tinggi kontribusinya terhadap berbagai kecelakaan pesawat udara, sehingga sangat wajar seandainya awak kabin selalu tetap melarang penggunaan telepon seluler pada saat penumpang boarding atau sesudah pesawat landing," lanjut Kominfo.
Ilustrasi pilot bertugas menerbangan pesawat Foto: Shutterstock
Kominfo menyatakan, aturan serupa juga terdapat di UU Telekomunikasi yakni dalam hal pelarangan gangguan (interferensi) frekuensi radio. Aturan tersebut ada di Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 38 yang berbunyi:
Pasal 33 ayat (2):
ADVERTISEMENT
Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
Pasal 38:
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Bagi pihak yang melanggar aturan tersebut bisa dipidana sesuai Pasal 53 UU Telekomunikasi yang berbunyi:
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000.
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Ilustrasi pramugari layani penumpang pesawat Foto: Shutter stock
"Oleh karenanya, diharapkan kepada para penumpang pesawat udara untuk tetap mematuhi peringatan yang selalu bijaksana dan santun disampaikan oleh seluruh awak pesawat (Pilot, Co-Pilot, Purser, dan Pramugari/Pramugara) tentang larangan penggunaan electronic devices di dalam pesawat udara guna tujuan meminimalisasi terjadinya kecelakaan penerbangan udara, karena sejauh ini sebagian besar penumpang cenderung kurang mematuhi larangan tersebut, walaupun hal tersebut dimaksudkan untuk keselamatan mereka sendiri juga," tutup Kominfo.
ADVERTISEMENT