Murka Artidjo Alkostar saat Ditawari Uang oleh Pengusaha

25 Februari 2020 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar.  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pengawas KPK, Artidjo Alkostar, bercerita mengenai pengalamannya saat menjadi hakim Mahkamah Agung. Artidjo mengaku selama 18 tahun menjadi hakim MA, sudah banyak pihak yang mencoba menyuapnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu pengalaman yang tak dilupakannya adalah ia pernah didatangi seorang pengusaha.
"Banyak orang datang ke saya. [Pengusaha itu bilang], 'Pak Artidjo, yang lain sudah'. [Saya katakan] lho, apa ini?'. Ya tampangnya sih pengusaha dari Surabaya. [Saya bilang] Detik ini, Anda keluar. Kalau tidak, kursi Anda saya terjang atau saya suruh tangkap." ujar Artidjo saat menjadi pemateri dalam pelatihan bertema 'Penguatan 7 Delik Tipikor' di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/2).
Anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar saat konferensi pers usai pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Tidak berhenti di situ, pengusaha tersebut bahkan menawarinya sebuah cek kosong. Artidjo diminta untuk menulis angka yang dia inginkan.
"Saya dikirimi fotokopi cek. [Dia bilang] 'Pak Artidjo nomor berapa rekening Pak Artidjo, ini untuk Pak Artidjo. Saya bilang dengan pedas, saya terhina dengan saudara itu. Jangan dilanjutkan lagi, kalau dilanjutkan urusannya menjadi lain," tutur Artidjo.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung ini mengungkapkan, bukan kali itu saja ia ditawari suap. Suatu hari, saat menangani sebuah perkara besar, pengacara terdakwa dalam perkara itu kenal dengannya.
"Orang itu, pengacaranya kenal sama saya, karena saya dulu orang LBH," kata Artidjo.
Pengacara tersebut, lanjut Artidjo, mencoba melobi pegawai MA untuk dipertemukan dengannya. Namun upaya tersebut gagal.
Tak menyerah, pengacara itu lalu pergi ke Situbondo dan menemui keponakan Artidjo. Di sana, pengacara tersebut menawarkan sebuah cek kosong untuk Artidjo.
"Lalu dia datang ke ponakan saya di Situbondo, 'bilang lah ke Pak Artidjo'. Loh tidak ada yang berani, enggak pernah ada orang yang berani berhubungan, takut semua sama Pak Artidjo," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Upaya lain pernah ia alami saat menangani perkara yang menyedot perhatian publik. Terdakwa pada waktu itu menggunakan jasa seorang pengacara besar.
"Orang itu penasehat hukumnya, orang yang sangat saya segani," cerita Artidjo.
Ia menambahkan, seorang advokat di Jogja lalu menghubunginya, minta agar Artidjo mau bertemu dengan pengacara tersebut. Namun, Artidjo menolak lantaran menjunjung tinggi kode etik hakim.
"Oh enggak bisa. Kalau sekarang, mohon maaf, tidak bisa. Salam takzim saja saya untuknya. Karena itu melanggar kode etik," terang Artidjo.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam acara tersebut, Artidjo juga menyinggung mengenai stigma publik yang disematkan kepadanya sebagai hakim yang kerap memperberat hukuman para koruptor. Artidjo mengatakan, seorang hakim tidak boleh mengambil keputusan tanpa alasan yang jelas.
ADVERTISEMENT
"Sering dikatakan, saya sering memperberat hukuman. Itu sebenarnya (penerapan) pasalnya berbeda, pasalnya. Hakim itu tidak boleh seenaknya sendiri, ini kok kurang berat lalu ditambah begitu. Enggak bisa begitu, itu (penerapan) pasalnya yang berbeda," pungkas Artidjo.
Saat menjadi hakim, Artidjo Alkostar seringkali menangani kasus korupsi. Sejumlah koruptor pun pernah merasakan hukumannya diperberat oleh Artidjo. Sebut saja Anas Urbaningrum yang jadi 14 tahun penjara, Angelina Sondakh jadi 12 tahun penjara, hingga Lutfi Hasan Ishaaq yang jadi 18 tahun penjara.
Pensiun sebagai hakim, ia sempat kembali ke Universitas Islam Indonesia Yogyakarta menjadi dosen. Kini, ia menjadi salah satu anggota Dewas KPK.