Nadiem Khawatir Banyak Sekolah Belum Siap PTM: Anak Bisa Learning Loss

27 September 2021 20:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi  Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/8/2021). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/8/2021). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Beberapa daerah di Indonesia kembali melakukan pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas secara serentak. Akan tetapi, baru beberapa minggu diimplementasikan masyarakat mulai khawatir karena muncul klaster sekolah.
ADVERTISEMENT
Dalam data Kemendikbudristek RI di sekolah.data.kemdikbud.go.id, tercatat 15.456 siswa dan 7.287 guru terkonfirmasi positif COVID-19 selama masa PTM terbatas. Data ini diperoleh dari 47.005 sekolah yang telah mengisi survei.
Temuan data itu mengagetkan masyarakat, tokoh publik dan berbagai lembaga. Alhasil, pro dan kontra hadir di masyarakat, baik sekadar opini melalui media sosial hingga ajakan untuk mengisi petisi.
Menanggapi hal ini, Mendikbudristek RI Nadiem Makarim memberikan klarifikasi data soal klaster COVID-19 saat PTM. Nadiem menyatakan bahwa data tersebut masih mentah dan menyimpan banyak sekali eror.
“Angka yang disebut 15.000 murid dan 7.000 guru positif COVID-19 itu masih berdasarkan data mentah yang banyak sekali erornya. Contohnya, banyak sekali yang melaporkan jumlah positif COVID melampaui jumlah muridnya di sekolah-sekolahnya,” kata Nadiem dalam Keterangan Pers Menko dan Menteri terkait Hasil Ratas PPKM pada Senin (27/9).
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan itu, Nadiem meminta masyarakat tidak khawatir soal klaster sekolah karena datanya masih belum valid.
Penjaga sekolah membersihkan area SMAN 81 Jakarta Timur jelang penambahan sekolah yang menggelar pembelajar tatap muka (PTM) pada Senin, (13/9). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Nadiem mengaku dirinya lebih khawatir karena masih banyak sekolah belum mampu menyelenggarakan PTM.
Menurutnya, hal ini dapat menciptakan dampak learning loss pada anak akibat terlalu lama menerima pembelajaran jarak jauh (PJJ).
“Saya akan lebih khawatir melihat hanya ada 40 persen dari sekolah kita yang bisa melakukan PTM ini. Ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya bisa melakukan PTM, tetapi belum. Data dari Bank Dunia dan berbagai macam institusi research yang menunjukkan betapa menyeramkannya learning loss yang bisa terjadi,” jelas Nadiem.
Learning loss adalah istilah yang mengacu pada hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik karena suatu kondisi tertentu.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Nadiem menyoroti kekhawatirannya terhadap perkembangan siswa SD dan PAUD. Sebab, mereka membutuhkan banyak rangsangan kognitif dan motorik di sekolah.
“Terlebih lagi untuk SD dan PAUD, di mana mereka paling butuh PTM. Sekolah yang tidak dibuka bisa berdampak permanen, ini lebih mencemaskan lagi (dibandingkan persoalan klaster COVID-19), melihat seberapa lama anak-anak telah menjalankan PJJ yang jauh efektivitasnya dibanding sekolah tatap muka,” pungkas Nadiem.