Nadiem Terima Banyak Keluhan Belajar di Rumah: Mati Listrik hingga Tak Ada Kuota

11 Agustus 2020 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim saat melakukan rapat kerja dengan Komisi x. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim saat melakukan rapat kerja dengan Komisi x. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengizinkan pembukaan sekolah di zona hijau dan kuning penyebaran corona. Mendikbud Nadiem Makarim mengaku banyaknya keluhan terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ atau belajar di rumah) menjadi salah satu alasannya.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dialami Catur Ferianto, siswa kelas VII MTs Ya Robi asal Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Catur memutuskan bekerja sebagai kuli bangunan demi membeli ponsel untuk PJJ akibat pandemi corona.
Nadiem memastikan keluhan serupa juga datang dari banyak daerah. Khususnya siswa dan guru yang tinggal di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia (3 T).
Mendikbud Nadiem Makarim saat melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Saya dan semua dirjen sudah berbincang secara reguler kepada mereka semua, semua masalahnya sama, sinyal sulit, uang kuota sulit, peralatan tidak ada, listrik mati, guru-guru tidak percaya diri melakukan sistem ini, adaptasi teknologi, murid-guru, di daerah manapun. Setiap bicara dengan guru dan orang tua, semua masalahnya sama, konsisten," ujar Nadiem dalam live to the point kumparan, Selasa (11/8).
ADVERTISEMENT
Nadiem menilai, sejak PJJ diterapkan, kesenjangan pembelajaran di berbagai daerah semakin lebar. Sebanyak 88 persen dari daerah 3T di Indonesia kesulitan melakukan PJJ karena isu sinyal, membeli data, termasuk kompetensi dari guru-guru dan daerah itu sendiri.
"Tentu efek dampaknya permanen dari sisi psikososial anak, stres di rumah tangga, sisi kesenjangan, akses teknologi, punya akses pendanaan data dan tidak," tutur Nadiem.
Untuk itu, kata Nadiem, pemerintah membuka opsi belajar tatap muka di sekolah. Namun, Nadiem menegaskan sekolah tatap muka tidak bersifat wajib, hanya sekadar dibolehkan.
Sebab, pembukaan sekolah tatap muka sepenuhnya berada di tangan Pemda, guru, siswa dan orang tua. Jika orang tua atau Pemda menilai wilayah mereka belum aman dari corona, siswa tetap akan mengikuti kegiatan belajar di rumah.
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
Nadiem juga mengingatkan sekolah tatap muka tetap diselingi dengan PJJ. Pasalnya, kapasitas ruangan kelas saat tatap muka dipangkas hingga 50 persen.
ADVERTISEMENT
"Sektor pendidikan juga sebagai sektor terpenting. Ini menyangkut masa depan generasi, kita tidak mau ada generasi yang hilang total pembelajaran selama setahun karena kita tidak tahu sampai kapan virus ini berlangsung. Jadi, zona oranye dan merah tidak boleh tatap muka, tapi zona kuning dan hijau, boleh," ungkapnya.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***
Saksikan video menarik di bawah ini: