Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dakwaan Jaksa Pinangki Sirna Malasari mulai dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (23/9). Jaksa mendakwa Pinangki dengan 3 dakwaan berlapis.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan penerimaan suap, Jaksa Pinangki diduga menerima USD 500 ribu dari Djoko Tjandra. Suap tersebut diberikan agar Pinangki mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu diperlukan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi jaksa ke penjara dalam perkara cessie Bank Bali yang diputus MA di tingkat PK pada 2009.
Pinangki mengurus fatwa tersebut bersama Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking. Tercatat Pinangki 3 kali menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, pada November 2019 untuk mematangkan rencana fatwa tersebut. Saat pertemuan terakhir pada 25 November 2019, Pinangki dan Andi Irfan menyodorkan action plan pengurusan fatwa ke Djoko Tjandra.
Dalam action plan itu, muncul nama Burhanuddin dan Hatta Ali. Namun, dalam dakwaan, tidak disebutkan jabatan detail Burhanuddin dan Hatta Ali. Sehingga belum jelas juga apakah yang dimaksud di dalam dakwaan itu adalah Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua MA, Hatta Ali.
Nama Burhanuddin disinggung dalam action plan poin 2, 3, 6 dan 7. Sementara nama Hatta Ali disinggung dalam action plan poin 3, 6, dan 7.
Namun dalam poin-poin tersebut, Burhanuddin disebut sebagai pejabat Kejagung, sementara Hatta Ali sebagai pejabat MA.
ADVERTISEMENT
Berikut poin-poin action plan yang menyinggung nama keduanya:
Terkait 'Action Plan' itu, sempat adanya pembahasan mengenai biaya yang harus dikeluarkan Djoko Tjandra. Jaksa Pinangki disebut pernah meminta USD 100 juta sebagai imbal pengurusan fatwa bebas sebagaimana dalam 'Action Plan'. Namun Djoko Tjandra hanya menyanggupi sebesar USD 10 juta.
ADVERTISEMENT
Perihal uang USD 10 juta tersebut, Jaksa Pinangki bersama Djoko Tjandra kemudian dijerat Kejaksaan Agung bermufakat jahat untuk memberi dan menjanjikan uang tersebut kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
Masih dalam dakwaan, jaksa menyebut action plan tersebut tidak jadi dilaksanakan. Djoko Tjandra disebut membatalkan action plan pengajuan fatwa itu pada Desember 2019 meski sudah memberikan USD 500 ribu ke Pinangki.
"Atas kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana. Padahal Djoko Tjandra telah memberikan DP kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu," kata jaksa.
"Sehingga Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan dengan tulisan tangan 'NO', kecuali pada action ketujuh dengan tulisan "Bayar Nomor 4, 5" yaitu apabila action keempat dan kelima berhasil dilaksanakan, serta action kesembilan dengan tulisan tangan 'Bayar 10 M' yaitu bonus kepada terdakwa apabila acton kesembilan berhasil dilaksanakan (Djoko Tjandra kembali ke Indonesia)" ucap jaksa.
ADVERTISEMENT