Napi Kembali Berulah Usai Bebas karena Corona, Kemenkumham Dinilai Gagal

9 April 2020 12:36 WIB
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai pembebasan napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.
ADVERTISEMENT
Sejak Kepmen tersebut diterbitkan pada 30 Maret, hingga kini sudah 35 ribu lebih narapidana yang bebas dengan program asimilasi dan integrasi.
Meski demikian pembebasan besar-besaran tersebut menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Sebab, napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.
Benar saja, terdapat napi yang kembali ditangkap karena berbuat pidana. Padahal, Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah.
Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.
Lalu di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga. MS dibebaskan pada 3 April dan ditangkap tiga hari kemudian.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, menilai fenomena tersebut sebagai kegagalan Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS serta lapas atau rutan, dalam mengawasi para napi yang dibebaskan.
Hibnu menduga lapas atau rutan belum menyiapkan sistem kontrol para napi tersebut, dan hanya sekadar membebaskan.
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
"Itu yang kita khawatirkan. Artinya asimilasi di rumah harus dibarengi pengawasan yang cukup ketat oleh lapas, jangan sampai lepas," ujar Hibnu saat dihubungi, Kamis (9/4).
"(Ada kejadian seperti itu) berarti sistem pemidanaan kita gagal, padahal pemidanaan dalam rangka membuat efek jera, ada sesuatu yang perlu dievaluasi. Apakah mungkin dengan kondisi 30 ribu (lebih) napi yang dibebaskan lapas mampu mengawasi? sudah terbukti ini kegagalan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hibnu berpendapat, kondisi ekonomi yang sulit di tengah wabah corona, membuat sejumlah napi kembali nekat berulah. Namun kemudian masyarakat yang menjadi korban.
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
"Dengan situasi serba mahal, PHK, pekerjaan tidak ada, faktor kriminologi tinggi, kasihan masyarakat," ucapnya.
Untuk itu, Hibnu mendesak Ditjen Pemasyarakatan agar meningkatkan pengawasannya terhadap puluhan ribu napi tersebut. Tak hanya meminta bantuan keluarga, tetapi juga menggandeng pengurus RT/RW.
"Harusnya coba gandeng tangan keluarga dan Pemda setempat, termasuk RT/RW ikut serta dalam mengawasi. Ini yang mungkin belum dilakukan, jangan cuma sekedar melepaskan," tutupnya.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!