NasDem: Lebih Baik GBHN Diatur di UU Saja, Bukan UUD 1945

30 Juni 2021 15:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI terpilih periode 2019-2024 Bambang Soesatyo memberikan sambutan saat Sidang Paripurna MPR di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta.   Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI terpilih periode 2019-2024 Bambang Soesatyo memberikan sambutan saat Sidang Paripurna MPR di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekretaris Fraksi NasDem MPR Syarief Abdullah Alkadrie berpendapat Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) atau yang biasa dikenal dengan GBHN sebaiknya tak dimasukkan ke dalam UUD 1945. Sehingga, tak perlu dilakukan amandemen UUD 1945.
ADVERTISEMENT
NasDem menilai jika amandemen UUD 1945 bertujuan untuk memuat PPHN, maka sebenarnya PPHN cukup diatur dalam Undang-undang.
"Lebih baik kepada UU saja. Karena kita memandang ini memang baik kalau diatur ada jangka menengah, jangka panjang, seperti dulu repelita satu, repelita dua sampai repelita 25 tahun. Tapi, cuma berkaitan itu, pertimbangan NasDem, NasDem belum berpikiran mengamandemen UUD 45 itu," kata Syarief saat dimintai tanggapan, Rabu (30/6).
Syarief mempertanyakan apa yang menjadi dasar amandemen UUD 1945 saat ini. Apalagi, saat ini MPR statusnya hanya lembaga tinggi negara, bukan lembaga tertinggi negara.
Maka akan menjadi pertanyaan ketika MPR bisa mengusulkan amandemen UUD 1945.
"Kekuatan hukumnya di mana? Karena MPR sekarang sama dengan lembaga tinggi negara, tidak lagi lembaga tertinggi. Nah, ini kan harus kita perjelas. Karena posisi TAP MPR setelah reformasi kan hanya hal-hal yang mengatur ke dalam, kemudian tidak ada lagi yang mengatur sifatnya ke luar setelah reformasi," urai Wakil Ketua Komisi V DPR ini.
LIPUTAN KHUSUS: GBHN, Garis-garis Besar Haluan Negara Foto: dok.Nunki Lasmaria Pangaribuan
"Tapi posisi sekarang TAP MPR sebagai lembaga tinggi negara debateable juga kaitan dengan UU hierarki," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, terkait rekomendasi MPR periode 2014-2019 soal amandemen UUD 194, Syarief mengatakan hal tersebut hanya bersifat rekomendasi. Sehingga, tidak wajib dan tidak bisa dijadikan alasan untuk kembali menggaungkan amandemen UUD 1945.
"Itu kan rekomendasi, tidak mesti. Tetapi sebagai rekom itu mesti kita analisa, kita pelajari, kita lihat realitanya," kata Syarief.
"Ini berkaitan dengan konstitusi negara, kita harus berhati-hati. NasDem berpandangan konstitusi ini kan kitab suci negara dalam mengatur pemerintahan. Jangan sampai nanti timbul persoalan-persoalan yang malahan lebih ruwet di kemudian hari," pungkas legislator dapil Kalbar ini.
Meski proses amandemen masih sangat panjang. Namun, Fraksi DPD di MPR sudah bergerak dengan mengumpulkan tanda tangan anggota. Sejumlah Fraksi Parpol di MPR mengaku masih mengkaji usulan amandemen tersebut.
ADVERTISEMENT