Nasib Anak-anak Afghanistan Mengungsi ke Qatar Tanpa Orang Tua atau Wali
ADVERTISEMENT
Kehidupan sehari-hari anak-anak pengungsi Afghanistan tanpa pendamping atau wali di Qatar diselingi pertanyaan yang selalu berulang, "ke mana kita akan pergi?" dan "bisakah saya memiliki beberapa makanan?".
ADVERTISEMENT
Sekitar 200 remaja Afghanistan yang terlantar, tiba di Doha dengan penerbangan dari Kabul dalam beberapa pekan terakhir. Mereka datang dalam kondisi bergulat dengan trauma atas cobaan berat di negara mereka.
Dalam kondisi genting itu, mereka meninggalkan tanah airnya tanpa didampingi orang tua, wali, maupun keluarga dekat.
Mereka sekarang dirawat Qatar Charity, sebuah organisasi kemanusiaan yang berusaha melindungi dan menjauhkan anak-anak dan remaja ini dari perdagangan manusia.
Para pejabat sedang memilih jalan untuk masa depan anak -anak ini. Di pusat perawatan, mereka memiliki rutinitas baru, bermain sepak bola, berolahraga, dan membuat seni dan kerajinan.
"Sangat sulit membayangkan trauma yang mereka alami," kata seorang pekerja bantuan yang menolak disebutkan namanya, dikutip dari AFP, Minggu (12/9).
ADVERTISEMENT
"Semuanya dalam keadaan syok dan trauma, mirip dengan apa yang kita lihat di tempat-tempat seperti Irak atau Suriah dengan anak-anak yang pernah tinggal di daerah (itu)," imbuh pekerja itu.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban menghidupkan kembali ketakutan di antara rakyat Afghanistan akan kembalinya kekuasaan garis keras, seperti pada 1996 hingga 2001. Ditandai dengan eksekusi publik, cambuk, hingga amputasi bagi rakyat yang melakukan pelanggaran ringan.
Banyak yang melarikan diri, termasuk anak-anak muda. Bahkan, beberapa di antaranya tidak dapat mengingat keadaan saat kepergian mereka yang tiba-tiba dari tanah airnya.
Menurut UNICEF, sekitar 300 anak tanpa pendamping dievakuasi dari Afghanistan ke Qatar, Jerman, dan negara-negara lain setelah 14 Agustus.
Keputusasaan Anak-anak Afghanistan
Pertanyaan berputar-putar tentang bagaimana ratusan anak Afghanistan ini bisa berada di bandara Kabul dan kemudian naik pesawat menuju Qatar, kemudian menghadapi kehidupan yang sangat berbeda?
ADVERTISEMENT
Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Doha tidak mengomentari secara spesifik kondisi anak-anak tersebut.
Keputusasaan rakyat Afghanistan, termasuk anak-anak terlihat saat mereka berbondong-bondong memenuhi bandara Kabul beberapa waktu lalu untuk meninggalkan rumah mereka.
Seorang petugas polisi Prancis yang ada di gerbang bandara Kabul bahkan melihat seorang wanita, dengan putus asa memberikan bayinya melewati kawat berduri ke arah pasukan khusus Prancis dan menyerahkan bayi itu ke petugas medis AS.
Bayi itu dirawat dan dievakuasi ke Doha. Dia sangat kecil. Sayangnya, sang ibu menghilang begitu saja di kerumunan.
Petugas juga menyaksikan adegan dramatis lainnya saat proses evakuasi rakyat Afghanistan.
Seorang pria tiba di gerbang dengan tiga anak kecil yang dia anggap anaknya sendiri. Ternyata anak-anak itu yatim piatu, yang mungkin dimanfaatkan pria tersebut untuk melewati gerbang dan naik ke pesawat, tetapi anak-anak itu juga turut dievakuasi.
ADVERTISEMENT
"Cerita seperti itu menyoroti kekacauan. Mereka akan menjadi bagian dari sejarah kegagalan ini," jelas petugas bantuan kemanusiaan di Qatar.
Komunitas yang Aman Bagi Anak-anak Afghanistan
Qatar Charity dan lembaga lainnya sekarang merawat kelompok anak-anak Afghanistan di fasilitas perawatan, yang aksesnya tidak diberikan kepada AFP maupun media.
Mereka dikelompokkan berdasarkan usia atau kelompok keluarga jika tiba di Doha secara bersama-sama. Anak-anak tanpa wali juga dikelompokkan menurut persahabatan dan ikatan yang terjalin selama perjalanan.
"Mereka bisa terikat dengan anak-anak lain dengan sangat cepat. Mereka merasakan hal-hal yang lebih kuat dari siapa pun," ujar Fatima-Zahra Bakkari, warga negara Maroko yang bekerja untuk Qatar Charity.
Saat ini, Bakkari merawat dua anak berusia 12 dan 13 tahun yang tak terpisahkan hanya dalam waktu seminggu.
ADVERTISEMENT
"Kami semua banyak menangis," kata Bakkari. "Kami juga banyak tertawa," tambahnya menceritakan tingkah anak-anak yang sesekali bangun untuk mengambil sebungkus keripik atau makanan.
Meskipun lingkungan penampungan mereka sederhana untuk ditinggali, anak-anak ini masih menghadapi ketidakpastian.
"Kami memberi tahu mereka waktunya akan tiba (untuk pindah atau pergi), kami tidak tahu kapan tetapi itu akan datang, agar mereka melanjutkan hidup," kata Bakkari.
Kepala UNICEF Henrietta Fore memastikan anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka adalah "di antara anak-anak paling rentan di dunia".
"Sangat penting bahwa mereka dengan cepat diidentifikasi dan dijaga dengan aman selama proses pelacakan keluarga dan penyatuan kembali," jelasnya dalam kesempatan terpisah.
Qatar telah memberikan perlindungan, perawatan fisik dan psikologis, makanan dan perhatian emosional terhadap para pengungsi Afghanistan.
ADVERTISEMENT
"Skenario kasus terbaik adalah kami berhasil menemukan kerabat tingkat pertama, nenek, bibi, paman. Tetapi dalam banyak kasus kami mungkin tidak dapat melakukannya," ujar pejabat kemanusiaan yang meminta tak disebut namanya.
Qatar Charity telah membuat hotline bagi anak-anak untuk menelepon kerabat mereka. Namun bagi mereka yang tidak memiliki siapa pun untuk ditelepon, mereka akan dirawat dalam jangka panjang.
“Kemudian akhirnya anak tersebut dapat berintegrasi dalam komunitas yang aman sehingga mereka dilengkapi dengan hal-hal yang mereka butuhkan untuk menjadi orang dewasa yang normal,” tambah pejabat tersebut.