LIPSUS SQR - Solidaritas waria di tengah wabah

Nasib Waria di Tengah Wabah

1 April 2020 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Solidaritas waria di tengah wabah. Foto: Tim QLC dan Sanggar Seroja
zoom-in-whitePerbesar
Solidaritas waria di tengah wabah. Foto: Tim QLC dan Sanggar Seroja
Uang di tangannya hanya Rp 5 ribu sementara perut yang mesti ia beri makan lebih dari tiga. Ia tak tahu harus meminta tolong pada siapa, sebab rekan sesama waria lain, ia yakini, mengalami hal serupa. Status WhatsApp pun menjadi ruang Pandan Atha (52) menumpahkan keluh kesahnya.
Sejak diumumkan anjuran untuk melakukan pembatasan sosial pada pertengahan Maret akibat wabah corona COVID-19, tak ada pemasukan yang ia peroleh dari salon rias yang selama ini menghidupinya. “Gimana ya, salon sepi, riasan di-cancel,” bunyi curhatannya kala itu.
“Sementara kan aku harus membesarkan anak piatu (yang diasuhnya), kakakku yang memang sudah tua (64 tahun), terus ada ponakan-ponakanku yang suami-suaminya juga udah gak bisa kerja,” tuturnya dengan malu-malu kepada kumparan, Senin (30/3).
Gayung bersambut, rekan jaringan sesama kelompok minoritas seksual dan gender menyatakan bersedia membantu.
“Bu, nanti ibu bersedia nggak memasak untuk rekan-rekan komunitas waria, mohon maaf, terutama yang ngamen gitu-gitu?” begitu bunyi pesan yang ia terima dari Rikky Muchammad Fajar, koordinator Teater Sanggar Seroja di mana Atha menjadi pemain utamanya saat pementasan tahun lalu.
Solidaritas waria di tengah wabah Foto: Tim QLC dan Sanggar Seroja
Sanggar Seroja adalah komunitas yang menjadi ruang bagi kawan-kawan minoritas gender untuk berkesenian. Permintaan itu segera Atha sanggupi dan sampaikan juga kepada rekan-rekan komunitas lainnya.
Tim Teater Sanggar Seroja tak sendiri, dibantu oleh QLC (Queer Language Club, komunitas dengan berbagai aktivitas yang inklusif dan beragam), mereka mencoba mengumpulkan donasi untuk membantu komunitas waria khususnya yang kehilangan pemasukan.
“Ini reaksi spontan. Jadi tanggal 26 Maret pagi kita dapat kabar kalau temen-temen kelapangan, gak bisa beli makan, dan gak punya uang,” ucap Nurdiyansah Dalidjo yang akrab disapa Diyan dari Tim QLC.
Tanpa menunggu waktu lama mereka segera mengirim pesan berantai membuka donasi untuk waria khususnya di daerah Kampung Duri dan Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat.
“Dalam tiga hari, kami mendapatkan dana sebesar Rp33.440.000 & berbagai barang lain, mencakup sekitar lebih dari 58 kilogram beras, 20 kaleng sarden, 80 pak vitamin C, paket sayur, dan bahan makanan lain.”
Solidaritas di tengah wabah. Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
Setiap pagi dan sore Atha memasak untuk 72 waria yang terdata terdata. Ia dibantu oleh keponakannya dan beberapa teman lain yang sekaligus bertugas sebagai koordinator di masing-masing kampung. “Rekan-rekan waria di daerah aku, Duri, itu ada 30 orang. Terus di daerah Kali Anyar itu kurang lebih 30 juga. Terus Sanggar Seroja sendiri ada 12 orang,” papar Atha.
Ia juga merelakan tempatnya menjadi dapur umum sekaligus pusat penerima bantuan. “Ada yang kirim sayur, kirim minyak, mi instan, bahkan ayam dan telur,” lanjutnya diiringi tawa.
Untuk membantunya menyalurkan nasi bungkus itu, Atha meminta bantuan dua orang dari masing-masing kampung. Mulai dari membungkus makanan hingga membagikan satu per satu ke tiap waria secara door-to-door, mereka bergotong royong.
Selain itu semua daftar nama penerima disampaikan Atha kepada Rikky dan Diyan sebab ia tak mau merusak kepercayaan yang sudah diberikan. Segala laporan keuangan dan penerima kemudian dilaporkan pula kepada 81 donatur dan 3 organisasi yang telah membantu sejauh ini.
“81 donaturnya kalau mau dipetakan adalah dari teman-teman kelompok minoritas seksual dan gender sendiri, teman-teman kelompok perempuan, dan kelompok pendukung,” ucap Diyan.
Menurut Diyan, donasi tersebut difokuskan untuk bahan pangan sebab hal tersebut yang saat ini mendesak. “Pelan-pelan karena dananya lumayan dan ada juga yang kirimin bantuan seperti odol sampe berpuluh-puluh. Jadi kita bisa fokus ke pangan sama konsumsi sehari-hari.”
Solidaritas waria di tengah wabah. Foto: Tim QLC dan Sanggar Seroja
Rasa solidaritas sebagai sesama kelompok marginal yang kerap didiskriminasi menjadi landasan penggalangan dana ini terlaksana. Diyan menyadari bahwa selama ini kelompok minoritas seksual dan gender hampir tak pernah terjangkau program-program pemerintah.
“Mereka bisa tidak dianggap sebagai warga negara karena persoalan KTP (Kartu Tanda Penduduk), jenis kelamin, nama, dan tampilan ekspresi gendernya yang unik,” tuturnya.
Kondisi tersebut diamini oleh Atha. “Waria nggak ada yang dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai) gitu-gitu,” imbuh Atha. Itu sebabnya, menurut Atha, jaringan komunitas menjadi penting untuk saling membantu di masa sulit seperti saat ini ketika corona COVID-19 mewabah.
“Aku bersyukur banget bisa bantu rekan-rekan meskipun harus masak dari pagi sampai malem, nggak masalah” ujarnya.
Menurut Diyan, aksi penggalangan dana direncanakan bisa memenuhi kebutuhan harian hingga dua minggu ke depan. “Kita nggak tahu situasi ini akan berapa lama, jadi kita berharap dana yang ada bisa dipakai untuk selama 10 hari sampai 2 minggu ke depan.”
“Namanya juga solidaritas, ada satu kata temen-temen yang menurutku menyentuh. Kita selamet sama-sama, kita saling tolong-menolong sama-sama,” pungkas Diyan.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten