Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Negara Barat Ramai-ramai Ragukan Hasil Pemilu Belarusia
ADVERTISEMENT
Negara-negara dunia khususnya di Barat meragukan hasil pemilu di Belarusia . Pemungutan suara di negara pecahan Uni Soviet ini kembali dimenangi oleh presiden petahan Alexander Lukashenko.
ADVERTISEMENT
Lukashenko pada pemilu yang digelar pada Minggu (9/8) lalu, berhasil menang 80 persen suara. Kemenangan itu tidak diakui kelompok oposisi. Mereka menuding penguasa Belarusia sejak merdeka pada 1994 itu melakukan kecurangan.
Bahkan sampai Selasa (11/8) demo yang diikuti ribuan orang masih digelar di ibu kota Minsk. Demo tersebut berujung ricuh, polisi sampai melepaskan peluru karet untuk membubarkan massa. Kericuhan itu telah menelan seorang korban jiwa.
Hasil pemilu Belarusia menimbulkan reaksi negatif negara-negara Barat. Presiden Komisi Eropa Uni Eropa Ursula von der Leyden bahkan meminta otoritas Belarusia menghitung seluruh suara dan mempublikasikan dengan akurat.
"Hak-hak dasar dasar warga Belarusia harus dihormat," ucap von der Leyen, seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
"Pelecehan dan penindasan terhadap pengunjuk rasa damai tak punya tempat di Eropa," sambung dia.
Sementara Jerman menyebut, mereka ragu dengan pelaksanaan pemilu Belarusia. Jerman menyatakan, standar penyelenggaraan pemilu demokratis tidak dipenuhi Belarusia.
"Berbagai laporan tentang penyimpangan sistematis dan pelanggaran UU pemilu bisa dipercaya," ucap jubir Kanselir Jerman, Steffen Seibert.
Inggris menuduh bahwa pemilu di Belarusia cacat. Mereka juga meminta Pemerintah Belarusia menghindari penggunaan kekerasan terhadap demonstran.
"Inggris menyerukan Pemerintah Belarusia menahan diri dari aksi kekerasan yang terjadi seiring penyelanggaran pemilu presiden yang cacat," kata Kemlu Inggris.
Sedangkan Amerika Serikat menyatakan bahwa pilpres yang dimenangi Lukashenko sudah tercemar. AS juga meminta aparat Belarusia mengizinkan digelarnya protes.
"AS prihatin dengan pemilu di Belarusia pada 9 Agutus lalu, pemilu itu tidak bebas dan tak adil," sebut Menlu AS Mike Pompeo.
ADVERTISEMENT