Negara Lain Transparan soal Data Perlintasan Pasien Corona, Indonesia Kapan?

13 Maret 2020 15:22 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi RSPI Sulianti Saroso. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi RSPI Sulianti Saroso. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Virus corona (COVID-19) telah menjangkiti 128.343 orang di hampir seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Per Jumat (13/3), sudah ada 34 orang di Indonesia dinyatakan positif, satu di antaranya, WNA, meninggal dunia, dan lima lainnya berhasil sembuh.
ADVERTISEMENT
Para penderita yang tertular dibagi dalam beberapa kasus, yakni Klaster Jakarta, imported case (tertular di luar negeri), dan local transmission (tertular di Indonesia, subklaster). Kasus pertama diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi, yakni seorang warga Depok (Kasus 01), yang tertular dari WN Jepang saat menghadiri acara dansa di Jakarta.
Sayangnya, output yang diterima publik bukan jejak ke mana saja para penderita itu pergi, melainkan identitas pribadi pasien. Kasus 01 dan ibunya, Kasus 02, sempat tertekan karena lokasi rumah mereka diungkap oleh Pemkot Depok, bahkan nama mereka juga tersebar di media sosial.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto sempat membenarkan Kasus 01 menghadiri acara dansa di restoran Amigos, Kemang, Jakarta Selatan. Pihak Amigos juga menggelar konferensi pers dan membenarkan acara dansa pada 14 Februari di restonya.
Mobil ambulans di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Jumat (13/3). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sejak saat itu, Kementerian Kesehatan menutup rapat lokasi yang sempat didatangi para pasien saat sudah terjangkit corona (inkubasi 14 hari). Padahal, keterbukaan ini diperlukan untuk mengantisipasi penularan lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi akhirnya menanggapi kerahasiaan riwayat para pasien ini. Menurutnya, pemerintah memperhitungkan situasi pasien apabila sudah sembuh dan kembali ke masyarakat.
"Sebetulnya ingin kita sampaikan, tetapi kita juga berhitung kepanikan dan kesehatan di masyarakat," ucap Jokowi di Soekarno-Hatta, Jakarta, Jumat (13/3).
"Karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat. Kita semuanya berusaha keras tangani dan atasi. Karena virus corona tidak kenal batas negara," bebernya.
Presiden Joko Widodo saat konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta, Jumat (13/3). Foto: Fahrian Saleh/kumparan
"Tiap negara punya pola berbeda (soal publikasi data)," imbuh Jokowi.
Juru bicara penanganan corona, Achmad Yurianto, juga tidak membeberkan secara detail soal lokasi mana saja yang didatangi ke-34 pasien sebelum dirawat. Yuri hanya menjelaskan satu per satu kasus berkaitan dengan Klaster Jakarta, seperti Kasus 03 ataupun Kasus 04, bahkan rumah sakitnya pun tak disebutkan.
ADVERTISEMENT
"Soal rumah sakit, ini etika yang kami lakukan. Karena banyak sekali RS tidak didatangi orang karena di situ merawat COVID-19, " kata Yuri.
"Tetapi, kalau RS swasta yang saya sebut bahwa di situ merawat pasien COVID maka pasien langganannya enggak akan ada yang datang. Oleh karena itu, ini sesuatu yang etis saja tidak usah dipermasalahkan," tuturnya.
Begitu pula untuk imported case. Sebanyak 64 persen kasus di Indonesia merupakan imported case. Yuri hanya menyebut para pasien baru kembali dari negara tetangga.
Petugas berpakaian azmat tiba di Restoran Amigos, Kemang, untuk gelar sterilisasi. Foto: Andesta Herli/kumparan
"Kan saya kemarin sudah bilang negaranya enggak akan saya sebut. Ya, yang melakukan itu kan masyarakat, 'wah ini orang bawa penyakit, gitu kan jadi enggak enak," ujar Yuri kenapa tak menyebut negara mana WNI tertular corona.
ADVERTISEMENT
Jika dikutip dari website Kemenkes, Kamis (12/3), di antara data yang diungkap adalah riwayat perjalan kasus 07 yang ternyata positif setelah dari Amerika dan Jepang.
Kasus 07 adalah perempuan berusia 59 tahun. Setelah tiba di Indonesia, dia ternyata menginfeksi suaminya, laki-laki 56 tahun yang akhirnya disebut kasus 08. Keduanya kini diisolasi di rumah sakit.
Juru bicara pemerintah khusus penanganan kasus corona Achmad Yurianto saat rapat strategi promotiv dan preventif mengatasi virus corona, Rabu (11/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Riwayat perjalanan lain yang diketahui adalah kasus 14 yaitu laki-laki 50 tahun, dan Kasus 19, laki-laki 40 tahun yang ternyata terinfeksi di Malaysia.
Transparansi ini berbeda sangat jauh dengan beberapa negara, Taiwan misalnya. Dalam satu kasus, Taiwan Centers for Disease Control (CDC) menjabarkan ke mana saja pasien kasus 32 pergi secara menyeluruh.
Jejak perlintasan warga Taiwan positif corona. Foto: Dok. CDC Taiwan
Misalnya, pada 16 Februari, pasien menumpangi taksi di Dapinglin Metro Station dan naik MRT ke Taipei Main Station hingga transit dan naik bus pulang ke rumah. Keesokan harinya, ia berangkat menumpangi bus menuju Shulin Railway Station dan mengunjungi Taipei City Mall. Jejak perlintasannya dijabarkan dengan jelas, tanpa membuka identitas dan privasi pasien.
ADVERTISEMENT
Di Singapura, pemerintah juga menjelaskan secara rinci jejak perlintasan pasien hingga membaginya ke dalam beberapa klaster. Pemerintah menyebutkan lokasi-lokasi rawan penyebaran.
Jejak perlintasan warga Singapura positif corona. Foto: Dok Kemenkes Singapura
Jejak perlintasan warga Singapura positif corona. Foto: Dok Kemenkes Singapura
Salah satunya Kasus 135 di Singapura, yang sempat hadir makan malam di SAFRA Jurong. Setidaknya ada 4 klaster yang diumumkan, yakni klaster Life Church and Missions Service pada 19 Januari, makan malam tahun baru China dii Mei Hwan Drive pada 25 Januari dan SAFRA Jurong, Grace Assembly pada 29 January dan 9 Februari. Selain itu, per kasus juga dijelaskan pasien tertular di lokasi mana dan terhubung dengan pasien lain.
Pemetaan penyebaran virus corona di Jepang. Foto: Dok. Coromap
Di Jepang, pemerintah setempat mengumumkan jejak para pasien lewat peta penyebaran. Jika kursor digerakkan, akan terlihat lokasi para penderita tertular, gejala yang dialami, hingga dinyatakan positif.
ADVERTISEMENT
Korea Selatan juga menerapkan transparansi yang sama. Dilansir Straits Times, pemerintah Korsel merinci riwayat perjalanan pasien. Pemerintah Korsel menegaskan transparansi sangat penting dalam memerangi krisis kesehatan masyarakat dan meminta Infectious Diseases Act untuk melakukan pelacakan kontak menggunakan catatan ponsel, sistem penentuan posisi global, hingga penggunaan kartu kredit.
Meski begitu, transparansi yang diterapkan Korsel ini memicu pro dan kontra. Ada yang menyebut hal ini hanya mengorbankan privasi orang.
Infografik Bubar Hajatan Gara-gara Corona. Foto: Andri Firdiansyah Arifin/kumparan