Nelayan di Natuna Harus Diberi Insentif dan Latihan Paramiliter

6 Januari 2020 12:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam Mahfud MD di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam Mahfud MD di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berencana mengirim 120 nelayan Pantura ke perairan Natuna. Rencana ini dilakukan imbas masuknya Coast Guard China ke wilayah Natuna Utara, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
ADVERTISEMENT
Eks Koordinator Staf khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa, menyambut baik usulan Mahfud. Meski begitu, pria yang akrab dipanggil Ota ini menyarankan adanya pembekalan untuk para nelayan.
"Nelayan tidak cukup hanya diberikan izin saja, tapi juga harus dilatih bela negara. Di samping mereka melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber perikanan yang kaya di sana, dia (nelayan) juga diminta atau dituntut untuk mencatat seluruh pergerakan kapal ikan asing maupun kapal pemerintah negara lain. Harus dikawal, kita back up," ujar Ota saat dihubungi kumparan, Senin (6/1).
Menurut Ota, jika tenaga nelayan dilibatkan dalam membantu pemerintah, sebaiknya mereka tak mengawal dengan tangan kosong. Setidaknya para nelayan harus dilatih pendidikan paramiliter, memiliki alat komunikasi, kamera, hingga GPS untuk memaksimalkan penjagaan.
ADVERTISEMENT
Sehingga, kata Ota, mereka tidak hanya diberi tugas untuk menjadi pertahanan kedaulatan RI, tapi juga bisa mengakses sumber daya perikanan Natuna tanpa merasa terintimidasi.
"Pemerintah harus sediakan itu. Dan karena itu mungkin boleh dibilang risikonya lebih tinggi nelayan WPP 711, maka harus diberi insentif lain agar mereka tergerak ke sana," tutur pendiri IOJI (Indonesia Ocean Justice Initiative) ini.
Ahli Hukum Lingkungan, Mas Achmad Santosa di restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (13/12). Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
"Bisa terkait penghapusan pungutan hasil perikanan, bisa hal lain, itu perlu dikaji KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), intinya perlu ada insentif agar mereka well motivated di sana," sambungnya.
Adapun WPP 711 merupakan Wilayah Pengelolaan Perikanan yang mencakup Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara.
Ota mengingatkan ada 4 kekuatan yang bisa menjaga hak kedaulatan RI. Yakni, Angkatan Laut (AL), Badan Keamanan Laut (Bakamla), KKP, dan nelayan Indonesia. Keempat elemen ini harus satu suara untuk mempertahankan kedaulatan RI.
ADVERTISEMENT
"Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea), ZEE itu sovereign rights," tegas Ota.
Kapal Pengawas (KP) Vietnam yang sempat bermanuver dengan TNI AL di Laut Natuna. Foto: Dok. KKP
Ota mengatakan, dari data yang ia miliki, kapal Indonesia yang memasuki WPP 711 saat ini sebanyak 811 unit dengan bobot 60.715 gross tonnage (GT). Artinya, yang beroperasi di WP 711 --termasuk Natuna-- rata-rata sekitar 70-75 GT.
Jika merujuk Surat Edaran Nomor D.1234/DJPT/PI.470.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan, batas ukuran GT kapal penangkap di WP 711 adalah 150 GT.
"Sedangkan kapal Vietnam, kapal tangkap China, itu banyak yang lebih dari [ketentuan] GT itu," kata Ota.
Patroli udara di perairan Natuna, Sabtu (4/1). Foto: Dok. Puspen TNI
Ota mengingatkan, jika ingin merealisasikan gagasan Mahfud, perlu dilihat apakah GT 811 kapal tersebut masih mencukupi. Termasuk rencana penambahan kapal yang bisa sejalan dengan ekosistem laut atau sumber daya perikanan Natuna.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pusat kapal-kapal nelayan di Natuna juga harus ditentukan. Ota menyarankan adanya kajian yang mendalam untuk merealisasikan perencanaan kapal nelayan ini.
"Jangan jadi over eksploitasi," imbuh Ota.
"Nah, batas waktu Bu Susi (eks Menteri KKP), batas penangkap kapal kita tuh 150 GT. Minimal. Kapal angkutnya 200 GT. Jadi idealnya emang rata-rata 150 GT. Idealnya," tuturnya.
Sebelumnya, Mahfud MD menegaskan pengiriman para nelayan dilakukan agar Natuna dipenuhi aktivitas nelayan lokal. Rencana ini juga dibuat sebagai wujud pemerintah Indonesia melindungi Natuna dari pihak asing.
Tidak hanya dari Pantura saja, nantinya nelayan dari wilayah lain pun akan dikirim untuk melaut di Natuna.
“Salah satu keputusan ikutan dari situ adalah kami mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura,” kata Mahfud saat menemui para nelayan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (6/1).
ADVERTISEMENT
“Dan mungkin pada gilirannya, daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas kekayaan laut mencari ikan, dan sebagainya di sana,” imbuhnya.