Ngabalin Komentari Demokrat yang Sebut Jokowi Tak Netral: Dia Bukan SBY

9 Mei 2023 12:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers di Labuan Bajo,  Manggarai Barat, NTT, Senin (8/5/2023). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (8/5/2023). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertemuan Presiden Jokowi bertemu dengan ketua umum parpol koalisi pemerintah di Istana Merdeka menuai kritik banyak pihak. Politisi Demokrat, Benny K Harman, menyebut Jokowi tidak netral dalam Pemilu 2024 bila menjadikan Istana sebagai markas tim sukses capres tertentu.
ADVERTISEMENT
"Jika benar Presiden tidak netral dalam pilpres dan pileg apalagi menjadikan Istana Presiden markas tim sukses capres tertentu maka Presiden Jokowi sebenarnya lagi mengumandangkan perang, perang semesta melawan rakyatnya sendiri. Hati-hati Pak Jokowi, di dada Bapak melekat lambang negara, lambang Presiden RI bukan lambang Presiden dari kelompok atau Presiden dari golongan tertentu," tulis Benny di Twitternya, dikutip Selasa (8/5).
Menanggapi itu, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin meminta anggota DPR tidak hanya mencari panggung dan lebih banyak membaca sebelum mengomentari sesuatu. Ia kemudian menyindir Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya adalah Ketum Demokrat yang menjadi Presiden dua periode pada 2004-2009 dan 2009-2014.
"Pertama begini. Dia paham enggak kalau Jokowi itu bukan presiden yang langsung jadi ketum partai? Bukan presiden yang langsung memimpin dan memiliki partai politik? Jokowi itu bukan SBY yang langsung jadi Ketum Partai Demokrat, bukan. Tapi Jokowi itu adalah one of the people leader, sebagai pembina politik," kata Ngabalin kepada wartawan.
ADVERTISEMENT
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Ngabalin mengatakan Jokowi harus bertanggung jawab jika ada gonjang ganjing politik yang terjadi di Indonesia. Ia pun menyebut Jokowi sebagai pembina politik.
"Karena Indonesia itu memilih sistem demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan di indonesia, maka Presiden itu juga adalah pembina politik di tanah air. Menjelang pemilu ini, kalau gonjang ganjing politik di tanah air itu terjadi, maka yang akan merugikan kita, bangsa ini, itu yang bertanggung jawab adalah pemerintah," tegasnya.
Ngabalin melanjutkan, hingga saat ini KPU belum memutuskan Anies Baswedan hingga Ganjar Pranowo sebagai capres 2024. Sehingga, ia menilai tak ada masalah bila Jokowi mengumpulkan ketum parpol koalisi pemerintah di Istana.
Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Gerindra Prabowo, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketum PPP Mardiono usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5/2023). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
"Nah, tidak bisakah [di] Istana itu Presiden memanggil, mengumpulkan ketua-ketua umum partai politik yang berkoalisi pemerintah, membicarakan masalah itu di Istana? Tidak bolehkah Presiden memanggil kepala-kepala pasar atau orang-orang di demonstran yang datang haruskah dengan pantofel? Tidak bolehkah orang datang dengan sendal jepit untuk ngobrol? Siapa saja boleh kalau Presiden berkepentingan. Untuk apa? Untuk menjaga stabilitas negara. Apalagi dalam urusan politik," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ngabalin mengaku bingung dengan tuduhan Jokowi tidak netral. Menurutnya, Jokowi sebagai Presiden bisa saja memanggil parpol yang berkoalisi dan memberikan pandangan politiknya.
"Apakah dia yang ambil keputusan? Oh tidak jawabannya. Kenapa dangkal sekali pandangannya itu?" pungkasnya.