Novel Baswedan: Cicak vs Buaya Selalu Dimulai dari Kasus Korupsi Oknum Polri

25 Februari 2021 17:01 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Willy Kurniawan - Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Willy Kurniawan - Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pucuk pimpinan Polri kini dijabat Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Harapan pun muncul agar Sigit menjalin koordinasi yang baik dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. Sehingga kasus cicak vs buaya tidak terulang lagi untuk ketiga kalinya.
ADVERTISEMENT
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan gesekan antar lembaga penegak hukum seharusnya tidak boleh terjadi. Novel berpendapat, Polri merupakan lembaga yang baik. Namun oknum lah yang membuat nama baik itu tercoreng.
"Terkait dengan masalah isu cicak-buaya ya, tentang gesekan Polri dan KPK kita mestinya harus memandang itu dengan melihat fokus utama bahwa Polri sebagai lembaga itu baik," kata Novel dalam diskusi daring yang digelar LBH Jakarta pada Kamis (25/2).
"Dan ketika dalam kegiatan atau suatu aktivitas keseharian kemudian ada orang-orang yang memanfaatkan institusi, atau berbuat atas nama institusi untuk hal-hal yang tidak baik itu lain soal," sambungnya.
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Novel menyatakan berdasarkan sejarah gesekan Polri dan KPK, selalu diawali dengan penanganan kasus korupsi yang melibatkan oknum polisi.
ADVERTISEMENT
"Ketika kita sering mendengar bahwa beberapa kali kejadian antara KPK dan oknum Polri, sebenarnya di sana kita bisa melihat kenapa bisa terjadi demikian. Semua masalah cicak buaya atau gesekan itu selalu dimulai dengan masalah korupsi. Penanganan kasus korupsi yang melibatkan oknum dari Polri," ujar Novel.
Novel menyatakan masalah korupsi yang melibatkan oknum Polri harus dilihat secara serius. Sebab korupsi yang dilakukan penegak hukum akan berdampak secara luas.
Novel menyebut, kewenangan dan tugas sangat berkorelasi dengan sifat penegakan hukum. Apabila dilakukan dengan baik, hasilnya akan baik, begitu pula sebaliknya.
"Jika korupsi terjadi dan justru malah membahayakan. Ketika, hal itulah yang kemudian menimbulkan beberapa permasalahan di antaranya adalah hingga menyebabkan saya beberapa diserang, dan saya yakini itu berkorelasi dengan penanganan kasus korupsi yang saya ikut menangani," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Dan itu saya meyakini ada kaitan dengan oknum tertentu yang bertugas atau punya posisi di Polri," pungkasnya.
Chandra M Hamzah memberikan keterangan pers terkait Revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Diketahui, KPK sempat berseteru dengan Polri sehingga memunculkan istilah cicak vs buaya. Tercatat kasus cicak vs buaya sudah terjadi sebanyak 2 kali.
Kasus cicak buaya terjadi pertama kali pada 2009. Saat itu, KPK mengusut keterlibatan perwira tinggi Polri, Susno Duadji, dalam kasus korupsi. Susno Duadji, terjerat dua kasus yakni pengamanan dalam Pilgub Jawa Barat dan kasus PT Salmah Arowana Lestari. Susno divonis 3,5 tahun penjara dalam 2 kasus tersebut.
Tak lama setelahnya, dua pimpinan KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, menjadi tersangka atas tudingan menyalahgunakan wewenang. Namun kasusnya tak sampai ke persidangan usai Kejaksaan menghentikan penuntutan.
ADVERTISEMENT
Kasus cicak buaya jilid kedua terjadi saat KPK menjerat calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan, sebagai tersangka gratifikasi. Tak lama setelahnya, pimpinan KPK Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka terkait mengarahkan kesaksian palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin 2010.
Bambang Widjojanto. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Sedangkan Ketua KPK Abraham Samad menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen untuk KTP milik perempuan bernama Feriyani Lim. Setelah polemik itu, Budi Gunawan dinyatakan bebas melalui jalur praperadilan. Penetapan tersangka KPK dinilai tak sah. Kini Budi menjabat Kepala BIN.
Adapun Samad dan BW tak diadili karena Kejaksaan Agung melakukan deponering atau pengenyampingan perkara.