Novel Baswedan dkk Dinonaktifkan, Bagaimana Nasib Penanganan Kasus-kasus Besar?

11 Mei 2021 18:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan akhirnya dinonaktifkan. Mereka dinilai tak memenuhi syarat sebagai ASN.
ADVERTISEMENT
SK penonaktifan tersebut ditetapkan pada 7 Mei 2021 dengan tertulis tanda tangan Ketua KPK, Firli Bahuri. Sementara salinan yang sah ditandatangani Plh Kabiro SDM KPK, Yonathan Demme Tangdilintin.
"Memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut," isi SK penonaktifan tersebut.
Penonaktifan 75 pegawai KPK menimbulkan pertanyaan. Bagaimana penanganan nasib kasus-kasus besar?
Sebab 75 pegawai yang tak lolos dikabarkan mulai dari penyidik, penyelidik, pegawai fungsional, hingga pegawai struktural setingkat direktur.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Beberapa nama di antaranya adalah penyidik yang kerap menangani perkara kakap seperti Novel Baswedan; Ambarita Damanik; Budi Agung Nugroho; Andre Nainggolan; Budi Sukmo; Rizka Anungnata; Afief Julian Miftah; dan Iguh Sipurba. Selain itu terdapat nama Yudi Purnomo; Marc Falentino; Praswad Nugraha; Harun Al Rasyid; Aulia Posteria; dan Riswin.
ADVERTISEMENT
Sebagian di antara mereka merupakan Tim Satgas kasus dugaan suap bansos corona yang menjerat eks Mensos Juliari Batubara. Sebagian lagi merupakan Tim Satgas kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang menjerat mantan Menteri KP, Edhy Prabowo.
Tak hanya itu, pegawai yang tak lolos juga menjadi bagian penanganan perkara suap penyidik KPK asal Polri, AKP Stepanus Robin Pattuju.
Pada kasus itu, AKP Stepanus diduga menerima suap dari Walkot Tanjungbalai, M Syahrial, senilai Rp 1,3 miliar. Salah satu penyidiknya adalah Yudi Purnomo. Kasus tersebut menyeret Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, yang sudah dicegah ke luar negeri dan digeledah kediamannya.
Meski SK ditetapkan pada 7 Mei 2021, tapi beberapa pegawai KPK mengaku baru menerimanya pada hari ini. SK didistribusikan atasan masing-masing.
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto alias BW, menilai tak lolosnya 75 pegawai melalui tes ASN merupakan upaya penyingkiran orang-orang berintegritas. Sehingga nasib penanganan perkara besar menjadi dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
"Kasus suap bansos COVID-19, suap ekspor benur, e-KTP, suap Tanjungbalai, kasus bos batubara yang jadi DPO, kasus mafia hukum di pengadilan, dan juga penyuapan penyidik KPK yang mulai menyinggung pimpinan parlemen dan salah satu komisioner KPK. Apakah ini, salah satu misi dan sasaran 'penghancuran' KPK?" kata BW.
Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencurigai rencana pemberhentian paksa 75 pegawai KPK yang tak lolos ASN bertujuan untuk menghentikan perkara-perkara besar di KPK.
Ilustrasi KPK Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Betapa tidak, di antara 75 pegawai itu terdapat para penyelidik dan penyidik yang diketahui sedang menangani perkara besar. Mulai dari korupsi bansos, suap benih lobster, Nurhadi, skandal pajak, dan e-KTP," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Sehingga Kurnia meyakini, apabila 75 pegawai KPK benar-benar dipecat, kasus-kasus besar bakal berpotensi dihentikan.
ADVERTISEMENT
"ICW mempunyai keyakinan, pasca-pemberhentian puluhan pegawai KPK, penanganan perkara-perkara besar akan berjalan lambat, bahkan tidak menutup kemungkinan bakal dihentikan," ucapnya.
Pimpinan maupun juru bicara KPK belum memberikan tanggapannya perihal penonaktifan 75 pegawai ini.