Novel Baswedan: Pimpinan KPK Berulang Langgar Etik, Dewas Tak Bekerja Benar

26 April 2022 11:18 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Novel Baswedan menyoroti kinerja dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Mantan Kasatgas Penyidikan KPK itu menilai Dewas tidak bekerja dengan benar.
ADVERTISEMENT
Hal itu bukan tanpa sebab. Novel menyebut salah satu alasan dari argumentasinya yakni karena adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan secara berulang di KPK. Dalam hal ini, terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar.
"Kalau melihat dari mekanisme di KPK kan ada dewan pengawas ya, saya melihat permasalahan ini tidak lepas dari salahnya dewan pengawas itu," kata Novel dilihat dari tayangan di channel YouTubenya, Selasa (26/4).
"Dewan pengawas itu mempunyai tanggung jawab untuk menegakkan hukum kalau ada insan KPK baik pimpinan atau pegawai KPK itu melakukan pelanggaran. Kok sampai pimpinan KPK berulang kali melakukan pelanggaran, berarti kan dewan pengawasnya enggak bekerja benar," sambung dia.
Lili Pintauli tercatat 4 kali dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga melanggar etik. Dua di antaranya terbukti.
ADVERTISEMENT
Novel mengatakan, jika Dewas KPK bekerja dengan benar, tentu tak akan ada pimpinan KPK yang berani melakukan pelanggaran etik. Novel juga membeberkan hal lain mengapa dia menilai Dewas tak bekerja dengan benar.
"Kenapa saya katakan tidak bekerja benar? di antaranya ada banyak laporan-laporan terkait pimpinan KPK yang oleh Dewan Pengawas ini tidak terlalu direspons dengan sungguh-sungguh lah, direspons dengan sekadarnya saja," kata Novel yang kini menjadi ASN Polri ini.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Salah satu contohnya, dia membeberkan soal pernah ada laporan terhadap Lili yang disanksi tidak serius. Padahal, pelanggarannya serius. Kasus yang dimaksud Novel yakni terkait Lili terbukti berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK yakni eks Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.
Dalam kasus tersebut, Dewas menyatakan Lili terbukti bersalah. Tidak hanya berkomunikasi dengan pihak berperkara, Lili juga bahkan menyodorkan nama pengacara ketika Syahrial minta kasusnya dibantu.
ADVERTISEMENT
Lili juga terbukti menggunakan jabatannya membantu adik iparnya yang juga eks Dirut PDAM Tanjung Kualo, Tanjungbalai, Ruri Prihatini Lubis. Ruri disebut belum menerima uang jasa atas pengabdiannya.
Usai Lili berkomunikasi dengan Syahrial, uang jasa pengabdian Ruri pun cair dengan dicicil yang totalnya Rp 53,3 juta yang sebelumnya tersendat 8 bulan. Lili dijatuhi sanksi berat atas perbuatannya. Namun hukumannya hanya pemotongan gaji pokok 40 persen selama setahun.
Hal ini yang disayangkan oleh Novel. Sebab, menurut dia, kasus Lili masuk ke ranah hukum pidana. Namun sayangnya, Dewas KPK hanya memberikan sanksi etik saja, dan tidak merekomendasikan kasus tersebut untuk diproses secara hukum oleh penegak hukum.
"Tidak direkomendasi apa pun. Sudah pelanggarannya seperti itu, sudah ditentukan masuk pelanggaran berat, sanksinya ringan. Potong gaji cuma Rp 2 juta, yang gajinya besar Rp 100 jutaan lah, seratus lebih sedikit ya," kata Novel.
ADVERTISEMENT
"Artinya dari persentase itu dipotong dari take home pay-nya itu tidak lebih dari 2 persen, saya pikir kan tidak berimbas apa pun tidak berefek apa pun, jadi melihat dari dewas yang kerjanya tidak serius dan akibatnya ada perbuatan berulang ini jadi masalah," sambung dia.
Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean membacakan putusan Sidang Etik Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK Lama, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Perbuatan Lili hampir termasuk ranah pidana yang dimaksud oleh Novel sebagaimana tertuang dalam UU KPK. Sebab, aturan larangan berkomunikasi dengan pihak yang berperkara tidak hanya diatur dalam Kode Etik, dalam UU KPK pun hal tersebut diatur.
Yakni dalam Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002, yakni Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
ADVERTISEMENT
Bila melanggar, maka ada konsekuensi pidana yang bisa diterapkan, yakni ancaman maksimal 5 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Pasal 65, berikut isinya:
Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Kedua pasal di atas tidak diubah dalam UU baru KPK yakni UU Nomor 19 Tahun 2019.
Saat itu, Dewas KPK memberikan jawaban mengapa tidak merekomendasikan pengusutan dugaan pelanggaran pidana Lili tersebut. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut pihaknya hanya mengadili perkara etik Lili saja.
"Apakah Dewas akan sampaikan (perkara ini ke ranah pidana), oh tidak dalam putusan kami tak sampaikan seperti itu. Kalau dibaca putusan secara baik, itu jelas kami sampaikan bahwa kami tidak masuk dalam area perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 juncto pasal 64 Undang-undang 30 tahun 2002 juncto Undang-undang nomor 19 tahun 2019," ujar Tumpak dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di Kanal YouTube KPK RI, Senin (30/8).
ADVERTISEMENT
"Dalam amar kami, kami hanya semata-mata melihat dari sisi etik. Etik apa itu? kepantasan dan kepatutan jadi bukan menyangkut soal masalah pidana," sambungnya.
Lili Pintauli 4 kali dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Dewas KPK. Sebanyak 2 laporan di antaranya terbukti, yakni soal komunikasi dengan pihak yang berperkara dan soal berbohong saat konferensi pers. Untuk pelanggaran pertama, Lili dihukum potong gaji pokok 40% selama setahun. Namun untuk pelanggaran kedua, meski terbukti berbohong, Lili tidak diberi sanksi. Dewas KPK beralasan hukuman sudah termasuk dalam sanksi pelanggaran pertama.
Dua laporan lainnya terkait dengan dugaan intervensi kasus Labuanbatu Utara dan penerimaan fasilitas nonton MotoGP Mandalika. Laporan soal dugaan intervensi sudah dihentikan Dewas karena tak cukup bukti. Sementara soal penerimaan fasilitas tengah diusut oleh Dewas.
ADVERTISEMENT
Berikut 4 laporan tersebut:
Infografik Lili Pintauli 4 Kali Dilaporkan ke Dewas KPK. Foto: kumparan