Novel Sebut Pimpinan KPK yang Terima Fasilitas Bukan Hanya Lili, Ini Kata Dewas

26 April 2022 20:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Novel Baswedan bersama Wakil Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Harun Al Rasyid di gedung KPK, 22 Februari 2018. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Novel Baswedan bersama Wakil Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Harun Al Rasyid di gedung KPK, 22 Februari 2018. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Novel Baswedan mengungkap dugaan penerimaan fasilitas tidak hanya dilakukan oleh Wakil Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Ia menduga penerimaan juga diterima oleh pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
Mantan penyidik senior KPK itu tidak menyebut spesifik fasilitas dan pihak yang dimaksud. Namun, saat mengungkapkan hal tersebut, Novel tengah membahas soal integritas pimpinan KPK.
Adapun Lili diketahui saat ini tengah diusut oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dengan dugaan penerimaan fasilitas nonton MotoGP Mandalika dan resort di Lombok.
“Saya menduga atau mendengar, mendapatkan fasilitas ini pimpinan KPK bukan hanya Ibu Lili, tapi ada juga yang lain,” kata Novel dalam kanal YouTubenya dikutip kumparan pada Selasa (26/4).
Dugaan dugaan pelanggaran etik itu pun bukan pertama kali bagi Lili. Tercatat, Lili empat kali berurusan dengan Dewas.
Pada laporan yang pertama, terkait komunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, Lili terbukti melakukannya. Dia dikenakan sanksi pemotongan gaji pokok 40 persen selama satu tahun.
ADVERTISEMENT
Lili juga terbukti berbohong saat konferensi pers, namun tidak disanksi oleh Dewas. Dewas beralasan hukuman terkait perbuatan itu sudah termasuk pada sanksi pelanggaran yang pertama.
Lili juga sempat dilaporkan terkait dugaan intervensi penanganan perkara, tetapi Dewas menghentikannya karena menilai tak cukup bukti.
"Seperti tadi saya katakan dugaan menerima bukan hanya ibu Lili, nah sekarang pernyataan saya ini berani enggak Dewas periksa, kalau masih tak berani lagi ya sudah lah, namanya diganti saja," kata Novel yang kini merupakan ASN Polri itu.
Infografik Lili Pintauli 4 Kali Dilaporkan ke Dewas KPK. Foto: kumparan
Di sisi lain, Novel melihat pelaporan dugaan etik yang berulang ini dianggap sejalan dengan Dewas yang seolah tak bertaji. Tidak ada efek jera, sehingga dugaan pelanggaran etik itu kembali dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Kok, sampai pimpinan KPK berulang kali melakukan pelanggaran, berarti kan dewan pengawas-nya enggak bekerja bener. Kalau dewan pengawas bekerja bener, dia tentunya membuat pimpinan KPK enggak berani berbuat pelanggaran etik,” kata Novel.
Pimpinan KPK yang kerap melanggar etik ini dinilai karena Dewas yang kurang tegas dalam memberikan sanksi. Dia mempertanyakan, apakah kelima Dewas ini benar-benar mau bekerja apa tidak.
“Kalau Dewas tak mau bekerja, jangan menyandang nama Dewan Pengawas, lah. Namanya diganti saja gitu, kan. Apa yang cocok namanya,” kata Novel menambahkan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Eks penyidik KPK yang saat ini tergabung dalam IM75+ Institute itu prihatin melihat pimpinan KPK yang berlangganan dengan pelanggaran etik. Menurutnya, memberantas korupsi itu kuncinya dua: kejujuran dan integritas.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana seorang pimpinan KPK akan memberantas korupsi secara efektif bila dirinya saja terlibat dugaan penerimaan gratifikasi.
“Kalau mereka tidak jujur pimpinan KPK ini, bahkan bukan hanya ibu Lili, ya, pimpinan lain juga bermasalah tentang kejujuran dan integritas, maka apalagi yang mau diharapkan,” kata Novel.
Novel geleng-geleng kepala melihat pimpinan KPK saat ini yang seolah menyampingkan integritas.
“Melihat hal itu [deretan pelanggaran etik] saya, kok, semakin sedih, ya, bagaimana mau melihat dia bekerja benar dalam memberantas korupsi, dan selain itu kita juga mesti marah sebagai warga negara, kerja pimpinan KPK yang banyak masalah, pelanggarannya sangat banyak, bahkan mereka sukses menyingkirkan orang-orang yang bekerja baik di KPK,” kata Novel.
Novel melihat, pola kerja KPK yang saat ini di bawah komando Firli Bahuri cenderung merusak budaya kerja berintegritas di KPK.
ADVERTISEMENT
“Value-value yang baik itu dirusak,” kata dia.
Dia mencontohkan soal perjalanan dinas. Kata dia, dulu di KPK kalau perjalanan dinas bener-bener ditanggung oleh KPK. Semuanya pembiayaannya oleh KPK.
Namun, lanjutnya, ketentuan itu diubah oleh KPK, bahwa boleh ditanggung pihak penyelenggara.
“Artinya ruang-ruang potensi korupsi itu dibuka,” terang novel.
Novel melihat bahwa masalah integritas ini bukan sekadar mengganggu pola bekerja KPK, tapi semakin menjauhkan harapan pemberantasan korupsi yang efektif di tanah air.
Pada kondisi ini, Novel mengatakan Dewas harus memainkan perannya secara maksimal. Ia melihat permasalahan nihil integritas ini tidak lepas dari salahnya Dewan Pengawas.
“Dewan Pengawas itu mempunyai tanggung jawab untuk menegakan hukum kalau ada insan KPK, baik pimpinan atau pegawai KPK itu melakukan pelanggaran,” katanya.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syamsuddin Haris. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Merespons dugaan penerimaan fasilitas tidak hanya diterima oleh Lili saja, Dewas membuka diri terhadap segala laporan masyarakat. Anggota Dewas Syamsuddin Haris mempersilakan semua pihak untuk melaporkan dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
“Dewas membuka diri terhadap setiap laporan masyarakat jika ada dugaan pelanggaran kode etik oleh insan KPK,” kata Haris saat dimintai konfirmasi.
Terkait fasilitas yang diduga tak hanya diterima Lili Pintauli, Haris mengatakan belum ada laporan.
“Belum ada laporan,” kata Haris.
Belum ada komentar dari Pimpinan KPK terkait tudingan ini.