Novel soal TWK: Cara Pamungkas Habisi Upaya Pemberantasan Korupsi di KPK

11 Juni 2021 13:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Novel Baswedan meyakini bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai dalam proses alih status menjadi ASN merupakan upaya untuk menghabisi kerja-kerja pemberantasan korupsi di KPK.
ADVERTISEMENT
Diketahui, hasil dari TWK ini, 75 pegawai tidak lulus dan 51 di antaranya akan dipecat per 1 November 2021. Mereka yang dipecat adalah orang-orang yang diyakini bekerja tegak lurus memberantas korupsi baik dari penindakan hingga perbaikan sistem pencegahan.
Penyidik senior KPK ini sedikit berbagi pandangannya soal TWK. Mulanya, Novel menduga bahwa tes asesmen yang dilakukan kepada pegawai KPK adalah suatu yang baik. Hingga akhirnya memunculkan sejumlah kejanggalan-kejanggalan.
"Sejak awal masih sempat berpikir mungkin ini tujuannya baik, karena sifatnya peralihan mungkin ada asesmen dalam rangka pemetaan dan lain-lain. Tadinya kita pikir positif," kata Novel dalam tayangan YouTube Haris Azhar, seperti dilihat kumparan, Jumat (11/6).
"Tapi ternyata setelah sekian lama kita lihat ada fakta-fakta yang disampaikan dengan bohong, dan ada suatu pola tes yang bermasalah, masalah itu bukan soal hasilnya saja loh, aturan hukum dan normanya juga bermasalah," sambungnya.
Pimpinan KPK saat terpilih menghadiri rapat paripurna DPR RI terkait pengesahan hasil pemilihan pimpinan KPK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Novel menduga, ada norma yang sengaja diselipkan dalam peraturan soal alih status ini. Norma tersebut yang kemudian diduga digunakan untuk memaksa pegawai KPK untuk ikut tes tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Novel juga menyoroti soal permasalahan dalam tes, mulai dari pertanyaan yang tidak sesuai tugas dan fungsi KPK, asesornya yang dinilai tak miliki sertifikasi, metodenya yang bermasalah, hingga tidak jelasnya nilai apa yang hendak dipotret asesor dalam TWK tersebut.
"Sudah begitu, hasilnya dibikin persepsi, saya khawatir itu sengaja dibuat stigma itu 75 atau setidak2nya 51 itu orang-orang bermasalah radikal tidak bisa dibina. Kalau memang benar mereka punya pola tes begitu, ayo dong kita lihat hasil tes nya," kata dia.
Belum lagi, kata dia, orang-orang yang dianggap bermasalah itu bekerja baik di KPK. Ada sejumlah klaster yang diungkapkan, mulai dari penggawa Wadah Pegawai KPK dan juga orang-orang yang menangani kasus besar.
ADVERTISEMENT
"Orang yang dianggap bermasalah dan tidak lulus ternyata orang yang kerja benar. Ada klaster kawan-kawan di wadah pegawai, ada klaster orang-orang yang menangani kasus besar, baik di kasus perkara penindakan dan juga orang yang berkontribusi besar dalam membuat sistem di pencegahan," kata dia.
"Jadi inget ini bukan sekadar perkara penindakan saja, tapi orang yang berkontribusi di bidang lain memberantas korupsi di bidang lain pencegahan dan lain-lain juga disasar," sambungnya.
Ia pun saat ini sudah masuk pada kesimpulan bahwa polemik TWK ini memang bertujuan untuk melemahkan bahkan menghabisi pemberantasan korupsi di KPK.
"Jadi saya melihat sebagai refleksi ini semua, saya meyakini ini adalah upaya terakhir atau upaya pamungkas untuk melakukan menghabisi upaya memberantas korupsi di KPK, dan itu bahaya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT