Nurul Ghufron Minta Sidang Etik 'Mutasi Kerabat' Ditunda sampai Putusan PTUN

2 Mei 2024 21:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan KPK Nurul Ghufron menyampaikan keterangan pers tentang penahanan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/7). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan KPK Nurul Ghufron menyampaikan keterangan pers tentang penahanan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/7). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, meminta pelaksanaan sidang etiknya di Dewas KPK terkait kasus "mutasi anak kerabat" di Kementerian Pertanian (Kementan) ditunda. Ghufron meminta penundaan dilakukan sampai ada putusan atas gugatannya dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
ADVERTISEMENT
Bahkan ternyata ia pun sedang mengajukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Agung. Gugatan itu terkait Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021 dan Nomor 4 Tahun 2021. Didaftarkan pada 24 April 2024.
Ia pun merujuk beberapa aturan melandaskan soal penundaan pemeriksaan etik tersebut.
Salah satunya ialah UU Mahkamah Agung 14/1985 yang menyebut bahwa Indonesia sebagai negara hukum memberikan kewenangan tertinggi dalam penyelesaian sengketa kepada MA. Ia menyebut akan menjadi tidak berkepastian hukum jika suatu sengketa yang sedang diperiksa pengadilan diadili juga oleh lembaga negara lainnya.
Selain itu, ia merujuk putusan MK 93/PUU-XV/2017 bahwa bila ada pengujian peraturan di bawah UU yang sedang dilakukan MA maka ditunda pemeriksaannya. Bila, UU yang jadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang diuji MK.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hal tersebut, ia menyampaikan kepada Dewas KPK permohonan maafnya tidak menghadiri sidang etik perdana yang sedianya digelar hari ini.
"Dengan segala penghormatan kepada Dewas untuk menunda pelaksanaan sidang etik ini sampai adanya putusan pengadilan," ujar Ghufron dalam keterangannya, Kamis (2/5).
"Karena itu kami menyampaikan permohonan maaf belum dapat menghadiri agenda sidang tersebut, untuk mewujudkan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan serta kebaikan bagi KPK dan bangsa Indonesia secara umum," lanjutnya.
Ghufron memang absen dari sidang etik perdananya. Menurut anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, Ghufron mangkir lantaran tengah menggugat Dewas KPK ke PTUN.
Dewas KPK menyebut sidang etik Ghufron ditunda dan akan dilaksanakan kembali pada Selasa, 14 Mei 2024 mendatang. Jika Ghufron kembali mangkir, Dewas KPK menegaskan sidang etik akan tetap dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, saat ditemui di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/4). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Saat ini, Ghufron tengah diproses etik di Dewas KPK. Dia diduga melanggar etik karena penyalahgunaan wewenangnya untuk membantu mutasi anak kerabatnya di Kementan.
Akan tetapi, Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi anak kerabatnya itu dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Namun, hal ini dianggap oleh Dewas KPK sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh. Sebab, Ghufron melakukan itu dalam kapasitasnya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Tak diam, Ghufron melawan. Dia menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Alasannya, Dewas KPK mengusut dugaan pelanggaran etik yang sudah kedaluwarsa.
Sebab menurut Ghufron, peristiwa soal mutasi itu terjadi pada 15 Maret 2022. Sementara, hal itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
ADVERTISEMENT
Ghufron kemudian keberatan atas laporan dan tindakan Dewas KPK memproses laporan tersebut karena dianggap telah kedaluwarsa sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 tentang kedaluwarsa laporan atau temuan. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa kedaluwarsa kasus adalah selama 1 tahun.
“Sehingga, pada saat dilaporkan tanggal 8 Desember 2023 saja itu sudah daluwarsa, karenanya Dewas telah lewat waktu kewenangannya untuk memeriksa peristiwa tersebut,” kata Ghufron kepada wartawan, Kamis (25/4).
Selain itu, Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke instansinya sendiri karena meminta data transaksi ke PPATK dalam mengusut kasus etik. Padahal, Albertina bukan penyidik. Namun menurut Dewas KPK, itu bukan pelanggaran etik karena Albertina dibekali surat tugas.
ADVERTISEMENT
PPATK juga membeberkan bahwa tak harus penyidik saja yang bisa mendapatkan dokumen dari pihaknya.
“Secara umum, kami tidak hanya memberikan data kepada penegak hukum, dalam bentuk khusus kami berikan informasi kepada pihak lain, misalnya: Pansel, Inspektorat Jenderal, TPA, rekam jejak, hasil riset kepada stakeholders terkait, dan lain-lain,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, Kamis (25/4).