Ojol Dilarang Bawa Penumpang Saat PSBB, Siapa yang Tanggung Nasibnya?

6 April 2020 17:13 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ojek online. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ojek online. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi corona di Indonesia, yang kini telah menewaskan 209 orang, berdampak langsung pada pekerja lapangan seperti ojek online (ojol). Sebab, jalanan sudah sepi dari warga yang biasa menggunakan ojol.
ADVERTISEMENT
Ancaman bagi nasib ojol tak sampai situ, Menteri Kesehatan Terawan mengatur ojol tidak boleh mengangkut penumpang jika suatu daerah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal itu diatur dalam Permenkes Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tepatnya pada bagian PSBB meliputi peliburan tempat kerja, dengan pengecualian. Di antara yang dikecualikan adalah layanan ekspedisi ojek online untuk barang, bukan penumpang.
"Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi, dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang," bunyi lampiran Permenkes soal perusahaan komersial dan swasta yang dikecualikan libur, dikutip Senin (5/4).
Belum ada penjelasan mengapa ojol ikut disasar dalam Permenkes. Sebab, yang tertulis hanya angkutan roda dua berbasis aplikasi. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Terawan Agus Putranto saat konferensi pers, Senin (2/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Lalu siapa yang bertanggung jawab atas nasib ojol?
ADVERTISEMENT
Permenkes 3/2020 sudah mengantisipasi dampak PSBB. Namun, sebagaimana semangat dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang diterbikan Jokowi pada 31 Maret, urusan PSBB dan dampaknya dilempar menjadi urusan pemerintah daerah.
Ini pula yang menjadi alasan pemerintah tidak memilih karantina wilayah. Sebab, dalam karantina wilayah, menurut UU, pemerintah pusat (bukan daerah) wajib memenuhi kebutuhan rakyat termasuk pakan ternak.
Dalam Pasal 9 Permenkes 9/2020, gubernur, wali kota, atau bupati yang ingin mengajukan PSBB kepada Menkes Terawan, harus turut menjelaskan kesiapan daerah untuk rakyat yang terdampak PSBB.
"...penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan," bunyi Pasal 9 Ayat 2.
ADVERTISEMENT
Pasal 13 menjelaskan, PSBB akan diberlakukan selama 14 hari dan dapat diperpanjang jika ada kasus COVID-19 baru di daerah tersebut.
Ilustrasi ojek online. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Usul Insentif Rp 100 Ribu/Hari
Terpisah, Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono, menuntut insentif bagi para pengemudi ojol jika PSBB diterapkan. Sebab, penghasilan yang normalnya Rp 200 ribu per hari kini jadi hanya sampai setengahnya, belum lagi dipotong biaya operasional.
"Pemerintah memberikan kompensasi penghasilan kepada para pengemudi ojol, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang besarannya 50 persen dari penghasilan normal kami, nilai besaran BLT yang kami harapkan yaitu Rp 100.000 per hari," ujar Igun ketika dihubungi kumparan, Senin (6/4).
Tak hanya itu, pihaknya pun meminta kepada aplikator untuk menonaktifkan fitur penumpang dan terus lakukan sosialisasi aplikasi layanan order makanan dan barang. Sebab, menurutnya hal ini merupakan kewajiban dari aplikator sebagai penyedia aplikasi.
ADVERTISEMENT
"Agar permintaan order makanan maupun pengiriman barang dapat meningkat sebagai sumber penghasilan mitra ojol agar terus dapat mencari nafkah dan menjaga penghasilan driver ojol agar tidak terus turun drastis akibat dari aturan PSBB," tegasnya.
Pasal 13 Permenkes 9/2020 menjelaskan, PSBB meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan