Ombudsman: Mendagri Lakukan Malaadministrasi soal Pengangkatan Pj Kepala Daerah

19 Juli 2022 14:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah menyelesaikan pemeriksaan terkait laporan yang diajukan oleh KontraS, ICW, dan Perludem.
ADVERTISEMENT
Ketiga organisasi masyarakat sipil tersebut melaporkan dugaan malaadministrasi atas tidak ditindaklanjutinya permintaan informasi dan surat keberatan kepada Kemendagri soal aturan teknis dan dokumen yang menyangkut pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah.
Selain itu, mereka juga menilai terdapat penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan terkait dengan pelantikan lima Pj Gubernur pada 12 Mei 2022 lalu dan pelantikan seorang perwira TNI aktif, Brigadir Jenderal Andi Chandra As’Aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
Adapun dalam laporan tersebut, Mendagri Tito Karnavian menjadi pihak terlapor. Hasilnya, ORI menyatakan Tito melakukan malaadministrasi.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng membeberkan ada tiga malaadministrasi yang diduga dilakukan Tito.
Pertama, soal tidak memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan dari pihak pelapor. Dia mengatakan, hingga pihaknya merampungkan pemeriksaan, pihak Kemendagri belum juga memberikan jawaban atas permintaan informasi dan keberatan yang diajukan oleh ICW dkk. ORI menilai, ini melanggar ketentuan dalam UU Pelayanan Publik.
ADVERTISEMENT
"Ombudsman berpendapat fakta administrasi tidak ditanggapinya permintaan informasi dan penyampaian keberatan para pelapor ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU 25/2009 tentang pelayanan publik," kata Robert dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/7).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berbicara usai lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Dalam laporannya, ketiga organisasi masyarakat sipil itu menilai penentuan Pj kepala daerah tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif. Bentuk malaadministrasi yang dilaporkan yakni Mendagri diduga melakukan penyimpangan prosedur serta mengabaikan kewajiban hukum.
ORI menilai persoalan dari laporan itu adalah kepatuhan atas prinsip tata pemerintahan. Sehingga, pihaknya menggunakan perspektif democratic governance dan constitutional state. Ini terkait dengan kepatuhan terhadap aturan hukum.
"Kami melihat bahwa ke-2 prinsip ini sangat penting belum terlihat optimal dalam pengisian jabatan yang kurang terbuka, kurang transparan, dan kurang partisipatif," kata Robert.
ADVERTISEMENT
"(Malaadministrasi karena) Penundaan berlarut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan tanggapan terlapor. Karena hingga saat ini belum ada tanggapan memadai terhadap permintaan informasi dan surat keberatan dari pelapor," ucap Robert.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
Kedua, Tito juga dinilai malaadministrasi dalam pengangkatan Pj Kepala Daerah. Salah satunya terkait pengangkatan Brigadir Jenderal Andi Chandra As’Aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
Robert mengatakan, pada prinsipnya, anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan pada sejumlah bidang instansi, di undang-undang TNI terdapat 10 bidang itu. Namun Pj kepala daerah tidak termasuk dalam 10 bidang tersebut.
Alhasil, kata Robert, penunjukan anggota TNI menjadi Pj kepala daerah harus mempertimbangkan UU ASN dan juga UU TNI secara lengkap. Dalam UU ASN, disebutkan Pj kepala daerah harus dari pejabat setingkat madya untuk gubernur dan pratama untuk wali kota/bupati.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, syaratnya tak hanya itu saja jika terkait pengangkatan dari unsur TNI dengan jabatan tertentu saja. Dia juga harus sudah nonaktif atau saat diangkat mundur alias pensiun dini jabatannya.
"Kalau merujuk UU Pilkada, di sana memang diatur hanya jabatan kepala daerah berasal dari jabatan pimpinan tinggi. Hanya itu memang diatur, (tapi) tidak bisa diambil secara parsial," ucap Robert.
"Lihat juga UU TNI dan ASN, 2 UU itu sangat jelas, bukan saja dia pejabat tinggi madya, tapi status kedinasannya bahwa mereka sudah tidak prajurit aktif. Kalau dia misalnya diangkat dalam posisi prajurit aktif, dia seharusnya mengundurkan diri. Seperti itu pemaknaan yang ada dalam UU TNI dan ASN," sambung dia.
Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian memberikan sambutan pada acara peluncuran Tahapan Pemilu 2024 di halaman gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/6/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kemudian, ORI juga menilai Tito melakukan malaadministrasi dalam pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan. Sebab, dalam pertimbangan putusan, MK menyatakan bahwa penunjukan Pj kepala daerah harus berdasarkan peraturan pelaksana.
ADVERTISEMENT
Pihak Kemendagri sempat beralasan bahwa hal tersebut hanya pertimbangan MK, bukan putusan. Sehingga peraturan pelaksana tak dibuat.
Namun ORI berkonsultasi dengan MK dan menyatakan bahwa pertimbangan dalam putusan MK merupakan ratio decidenci dan patut dimaknai sebagai suatu bagian dari putusan.
"Pertimbangan MK sebagai ratio decidendi patut tetap dimaknai secara integral dalam satu-kesatuan putusan MK sebagai bentuk produk hukum final dan mengikat," kata Robert.
Membaca Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021, kata Robert, berimplikasi kepada keterikatan pemerintah akan sejumlah poin, antara lain namun tak terbatas pada:
ADVERTISEMENT
"Berbagai poin yang sejalan dengan prinsip democratic-governance di atas itu semestinya semakin memperkuat keterikatan pemerintah kepada prinsip constitutional-state sebagaimana yang semestinya dimaknai atas setiap putusan MK," ucap Robert.
Atas sejumlah temuan Ombudsman tersebut, Mendagri Tito Karnavian selaku terlapor diminta untuk melakukan tindakan korektif. Berikut poinnya:
Tindakan korektif ini harus dilakukan dalam kurun waktu 30 hari untuk ditindaklanjuti sebagaimana diatur dalam UU Ombudsman RI.
Adapun dalam proses pemeriksaan itu, Ombudsman telah memeriksa sejumlah pihak, mulai dari Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD yang mewakili Mendagri, Kepala Biro Pembinaan Karier SSDM Polri, Kepala Badan Pembina Hukum TNI, Keterangan ahli dari Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA (IPDN), Bivitri Susanti, LL.M (STIH Jentera) dan Herman Suparman. M.Si (KPPOD), serta Konsultasi substansi dengan panitera muda MK.
ADVERTISEMENT