Ombudsman Minta Mendagri Susun Naskah Usulan PP Pengangkatan Pj Kepala Daerah

19 Juli 2022 15:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
ADVERTISEMENT
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) merekomendasikan tindakan korektif yakni menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah (PP) terkait penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah terhadap Mendagri Tito Karnavian. Hal ini buntut dari Tito dinyatakan melakukan malaadministrasi terkait proses pengangkatan Pj kepala daerah.
ADVERTISEMENT
"Menyiapkan naskah usulan pembentukan PP terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian penjabat kepala daerah," kata Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/7).
Robert menilai sejauh ini pengisian posisi Pj itu masih terkesan seolah-olah hanya pengangkatan penjabat administrasi biasa, selayaknya pelaksana tugas atau pejabat sementara. Padahal, Pj ini lebih dari itu dan bukan pengisian jabatan yang biasa-biasa saja.
"Kami melihat ada kesan seperti itu. Seolah-olah pengisian penjabat kepala daerah seperti proses pengangkatan pejabat administrasi biasa. Penjabat birokrasi biasa, yang ini juga serupa pengangkatannya dengan para plt atau pjs pada tahun-tahun sebelumnya... Padahal tentu sangat berbeda," kata dia.
"Kenapa kami berpadangan ini bukan pengisian penjabat biasa? (karena) pertama kali dalam sejarah negara kita, di mana begitu banyak ada 271 penjabat kepala daerah dan akan begitu lama durasi menjabat, bahkan kalau dipercaya bisa 2,5 tahun," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Robert mengatakan, seseorang bisa menjabat sebagai kepala daerah dengan durasi yang sangat lama tersebut, tentu harus diimbangi dengan persiapan regulasi yang baik. Sehingga operasional yang dilakukan saat bertugas bisa secara khusus dan sistematis.
"Dari sisi substansi kami melihat bahwa persiapan secara sistematis dan khusus dari regulasi hingga operasional itu menjadi suatu yang harus, mengingat kalau kewenangan dan sisi efektivitas pemerintahan itu sangat dipengaruhi oleh kualitas proses pengangkatan sekarang, dan kualitas adalah hasil figur kepala daerah yang diangkat," ucapnya.
"Kalau kita bicara kedepannya maka suatu pemerintahan akan efektif atau tidak, demokrasi lokal efektif tidak, ini tidak terlepas bahkan sangat ditentukan oleh kualitas proses seseorang diangkat," sambung dia.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Di sisi lain, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali kota, terpatnya pada putusan nomor 15/PUU-XX/2022, menilai perlu dibuatnya aturan pelaksana dalam proses penunjukan Pj kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Namun, pihak Kemendagri sempat beralasan bahwa hal tersebut hanya pertimbangan MK, bukan putusan. Sehingga peraturan pelaksana tak dibuat.
Namun ORI yang berkonsultasi dengan MK menyatakan bahwa pertimbangan dalam putusan MK merupakan ratio decidenci dan patut dimaknai sebagai suatu bagian dari putusan. Sehingga, harus dilaksanakan karena kekuatan hukumnya mengikat dan final.
"Pertimbangan MK sebagai ratio decidendi patut tetap dimaknai secara integral dalam satu-kesatuan putusan MK sebagai bentuk produk hukum final dan mengikat," kata Robert.
Membaca Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021, kata Robert, berimplikasi kepada keterikatan pemerintah akan sejumlah poin, antara lain namun tak terbatas pada:
ADVERTISEMENT
"Berbagai poin yang sejalan dengan prinsip democratic-governance di atas itu semestinya semakin memperkuat keterikatan pemerintah kepada prinsip constitutional-state sebagaimana yang semestinya dimaknai atas setiap putusan MK," ucap Robert.
Atas dasar itu, Tito dinilai oleh ORI telah melakukan malaadministrasi dalam pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan. Sehingga ORI merekomendasikan tindakan korektif agar Tito menyiapkan naskah usulan pembentukan PP terkait penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah.
PP ini dinilai karena penunjukan gubernur dilakukan oleh presiden, sementara bupati/wali kota oleh Mendagri. Sehingga, tidak mungkin hanya diatur dalam aturan permendagri, karena akan dieksekusi oleh level presiden.
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Adapun pemeriksaan ORI ini berdasarkan laporan dari tiga organisasi masyarakat sipil yakni KontraS, ICW dan Perludem. Ketiganya melaporkan Tito karena tidak ditindaklanjutinya permintaan informasi dan surat keberatan soal aturan teknis dan dokumen yang menyangkut pengangkatan Pj kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, mereka juga menilai terdapat penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan terkait dengan pelantikan lima Pj Gubernur pada 12 Mei 2022 lalu dan pelantikan seorang perwira TNI aktif, Brigadir Jenderal Andi Chandra As’Aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
Adapun dalam proses pemeriksaan itu, Ombudsman telah memeriksa sejumlah pihak, mulai dari Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD yang mewakili Mendagri, Kepala Biro Pembinaan Karier SSDM Polri, Kepala Badan Pembina Hukum TNI, Keterangan ahli dari Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA (IPDN), Bivitri Susanti, LL.M (STIH Jentera) dan Herman Suparman. M.Si (KPPOD), serta Konsultasi substansi dengan panitera muda MK.